Story cover for Bang Hares ( on going ) by AlvinaRifdah
Bang Hares ( on going )
  • WpView
    Reads 42
  • WpVote
    Votes 7
  • WpPart
    Parts 2
  • WpView
    Reads 42
  • WpVote
    Votes 7
  • WpPart
    Parts 2
Ongoing, First published Mar 09
Dunia yang sunyi, tanpa suara, dan tanpa kemampuan untuk mengutarakan perasaan membuat Hares hidup dalam kesepian yang pekat. Meskipun sesekali ia mengeluh dalam diam, Hares selalu teringat adiknya yang masih bersekolah-yang masih sangat membutuhkannya.

Namun, keterbatasan yang dimilikinya justru membuat dirinya tidak diterima oleh sang adik. Jian-yang seharusnya menjadi pelipur dalam sepinya-malah menjauh, seolah malu mengakui keberadaan seorang kakak yang bisu dan tuli.

Setiap tatapan dingin dari Jian adalah luka baru yang tidak bisa disuarakan. Setiap kalimat penolakan yang tidak terdengar justru menggema lebih nyaring dalam hati Hares.

Malam-malamnya tidak lagi sepenuhnya sunyi. Kadang, Hares menemukan secercah harapan dalam sikap Jian yang mulai berubah. Tatapan yang dulu dingin perlahan mencair, menjadi lirih penuh pengertian. Meskipun belum sepenuhnya pulih, Hares tahu-di balik diamnya, Jian sedang belajar menerima. Dan bagi Hares, itu lebih dari cukup untuk terus bertahan.
All Rights Reserved
Sign up to add Bang Hares ( on going ) to your library and receive updates
or
#59ketenangan
Content Guidelines
You may also like
You may also like
Slide 1 of 9
Air Mata Di Pintu November (TERBIT) ✓ cover
Find Happiness || END cover
Jian Semestaku [END✓] cover
Moira - Jenjae / Nohyun (Completed Story Plus Sequel) cover
Kue Manis & Rasa Pahit | Hyuckna cover
Sweet Night cover
J&J || NCT Dream [End] cover
Make A Wish | Lee Haechan✔(SUDAH TERBIT!) cover
Chapter : Brothership = Happines -> Jian cover

Air Mata Di Pintu November (TERBIT) ✓

15 parts Complete

Novel bisa dibeli di Shopee Jaehana_Store BAGIAN KEDUA SAPTA HARSA VERSI NOVEL || KLANDESTIN UNIVERSE "Kenapa lo jahat sama gue! Kenapa kemarin lo pergi? Kenapa? Kenapa lo ninggalin gue? Kenapa lo tega, Jen?" Haikal tak bisa lagi menahan kesedihan yang telah menumpuk di dalam dirinya. Jendral hanya tertawa kecil. "Lo ngomong apasih, Kal? Gue nggak pergi ke mana-mana, kita kan selalu sama-sama. Gue mana pernah ninggalin lo. Ayo ikut, gabung sama yang lain." Ia menarik tangan Haikal, mengajaknya berlari menuju sisi lain dari air mancur itu. Di sana, semua anggota Klandestin berkumpul. Beberapa duduk di atas ayunan yang berderit pelan, ayunan tersebut dihiasi dengan lampu-lampu kecil yang mengelilinginya. "Bang Haikal! Kenapa telat? Kita nungguin loh!" seru Cakra. "Kal, sini, ada mainan yang cocok buat lo," tambah Reihan. Namun, Haikal menggeleng. Ia justru menggenggam erat tangan Jendral di sampingnya. "Kenapa, Mbul? Main sana," Jendral menatapnya dengan heran. Haikal menggeleng lagi, kali ini dengan lebih kuat. "Gue takut," bisiknya, suaranya hampir tak terdengar. "Takut?" Jendral tertawa, seolah-olah hal itu adalah lelucon. "Seorang Haikal takut?" Haikal mengangguk, menahan diri untuk tidak menangis. "Gue takut kalo genggaman tangan gue lepas, lo bakalan pergi."