Ketika Emosi Tak Lagi Ada

Mahesa Satvika Adinata adalah anak yang selalu terlihat tenang. Baginya, ketenangan adalah segalanya-senjata yang membuatnya berbeda dari orang lain. Tapi semuanya berubah saat satu kegagalan menghancurkan impiannya.

Dihina, ditertawakan, dan diremehkan, Mahesa kehilangan kendali. Untuk pertama kalinya, emosinya meledak tanpa bisa ia hentikan. Ledakan yang seharusnya tak terjadi, justru menghancurkan peluang terbesarnya. Dikuasai penyesalan, ia memutuskan mengakhiri hidupnya.

Tapi takdir berkata lain. Mahesa terbangun di dunia yang jauh lebih maju. Tempat emosi bisa diracik dan dijual. Ia melihat ini sebagai kesempatan kedua. Jika dulu ia kalah karena emosinya, kini ia bisa mengendalikannya. Ia mulai menjual emosi dalam botol, berpikir ini adalah jalan untuk memperbaiki segalanya.

Namun, kesalahan kecil dalam takaran merusak segalanya. Sedikit demi sedikit, Mahesa kehilangan emosinya sendiri. Ia tak lagi bisa merasa bahagia, tak bisa bersedih, bahkan tak bisa takut. Kehidupan barunya, yang seharusnya menjadi kesempatan, justru menjadi kehancuran.

Di ambang kehampaan, Mahesa sadar, kesombongannya yang membawanya ke titik ini. Tapi di dunia yang bahkan tak mengenalnya, apakah masih ada jalan kembali? Ataukah ini harga yang harus ia bayar karena menganggap dirinya lebih besar dari emosinya sendiri?