Story cover for Laut Yang Menyimpan Namaku by sang_penjaga_laut
Laut Yang Menyimpan Namaku
  • WpView
    LECTURES 14
  • WpVote
    Votes 1
  • WpPart
    Parties 5
  • WpView
    LECTURES 14
  • WpVote
    Votes 1
  • WpPart
    Parties 5
En cours d'écriture, Publié initialement avr. 17
> Hujan turun pelan di sore itu.
Dan seperti biasa, Freya duduk sendirian di pojok belakang taman sekolah. Buku catatan usang di pangkuannya, pena hitam yang hampir habis tintanya masih setia menari-menuliskan hal-hal yang tak pernah bisa ia ucapkan kepada siapa pun.



Freya bukan anak yang keras kepala. Ia hanya terlalu terbiasa diam. Terlalu sering menyimpan hal-hal yang seharusnya bisa dibagi. Tapi bagaimana cara bercerita, kalau orang-orang di rumahnya lebih sibuk berteriak ketimbang mendengarkan?

Ayahnya jarang pulang. Ibunya lelah sepanjang waktu. Dan rumah itu, rumah yang seharusnya menjadi tempat pulang, tak lebih dari kotak penuh suara bentakan dan pintu yang dibanting.

Maka Freya memilih untuk pergi-bukan dengan langkah, tapi dengan pikirannya. Ia tenggelam dalam kata-kata, dalam buku, dalam imajinasi tentang dunia yang lebih tenang dari kenyataan.

Kadang ia bertanya pada dirinya sendiri,
"Apakah semua orang juga merasa sendirian seperti ini?"

Tak ada jawaban. Kecuali seekor kucing putih yang selalu muncul setiap jam yang sama, setiap hari yang sama. Duduk di dekatnya, menatapnya, seolah berkata: "Aku mendengarmu."

Dan mungkin... itu sudah cukup. 




*Cerita ini sebenarnya sudah selesai saya buat, tapi belum mau saya publis semua. Saya ingin melihat bagaimana respon pembaca terlebih dahulu
Tous Droits Réservés
Inscrivez-vous pour ajouter Laut Yang Menyimpan Namaku à votre bibliothèque et recevoir les mises à jour
ou
#356laut
Directives de Contenu
Vous aimerez aussi
A Silent Heartbeat, écrit par Inverra
29 chapitres Terminé
Freya adalah gadis yang tak pernah dianggap. Selalu dibandingkan, selalu diabaikan. Dalam keluarganya sendiri, ia seolah tak punya tempat. Saat sakit menjemput-bukan hanya fisik, tapi juga luka batin yang mendalam-ia meninggal dalam kesepian, tanpa satu pun tangan yang merawat. Tapi takdir memberinya kesempatan kedua. Ia terbangun di masa tiga tahun sebelum kematian-di masa di mana semuanya belum hancur, tapi ia sendiri telah mati rasa. Kali ini, Freya tak lagi mencari cinta, tak lagi berharap. Ia hanya ingin satu hal: damai. Namun, perubahan dalam dirinya justru mengguncang orang-orang di sekitarnya. Keluarganya mulai merasa kehilangan-bukan karena Freya pergi, tapi karena ia tak lagi mengejar mereka. Ini adalah kisah tentang luka yang tidak terlihat, tentang cinta yang datang terlambat, dan tentang seorang gadis yang belajar bahwa hidup bukan untuk menyenangkan siapa pun-selain dirinya sendiri. ____________________________ "Kenapa setiap bab pendek?" Karena aku menulis A Silent Heartbeat (Detak jantung yang sunyi) atau lebih mengarah ke Mati Rasa bukan sekadar sebagai judul, tapi sebagai napas dari keseluruhan cerita. Tokoh dalam cerita ini sudah kehilangan banyak hal rasa, makna, bahkan semangat untuk menjelaskan segalanya. Jadi setiap babku tidak bertele-tele. Tidak meledak-ledak. Tidak penuh deskripsi manis atau emosi yang dibesar-besarkan. Karena dalam kondisi mati rasa, seseorang tidak menangis panjang. Tidak berbicara banyak. Kadang hanya diam. Kadang hanya satu kalimat yang keluar, tapi beratnya seperti seribu kata. Bab-bab yang pendek ini adalah cermin dari dunia dalam cerita. Datar, sepi, namun menyimpan beban yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang pernah merasa kosong. Aku tidak sedang membuatmu larut dalam emosi, tapi ingin kamu menyadari kekosongan yang ada di sela-sela kalimat. Karena mati rasa bukan tentang kehilangan cerita, tapi kehilangan cara untuk menyampaikannya.
NOESIS [END], écrit par Reisen_San
21 chapitres Terminé
Setiap pagi dimulai dengan nada yang sama. Nada yang tidak asing, tapi juga tak pernah benar-benar diingat. Seperti dengung lembut yang tumbuh dari dinding, atau bisikan yang terlalu sopan untuk membangunkan siapa pun. Anak-anak terbangun perlahan. Mereka tahu kapan harus duduk, kapan harus tersenyum, dan kapan harus mengatakan "terima kasih" pada sesuatu yang tidak pernah mereka lihat. Langit tak pernah berubah. Lantai tak pernah berdebu. Hari-hari disusun rapi seperti barisan seprai yang terlipat. Tidak ada yang jatuh. Tidak ada yang hilang. Kecuali... sesuatu yang tidak pernah disebut. Di antara semua yang seragam, ada satu yang tidak persis cocok. Seorang anak perempuan yang terlalu tenang, terlalu sering diam di tengah keramaian, dan matanya-selalu mencari sesuatu yang tidak terlihat orang lain. Serene. Ia menulis hal-hal kecil di balik kertas tugas. Hal-hal yang tidak pernah diajarkan, dan tidak boleh ditanyakan. Ia mencatat kapan musik terasa sedikit lebih sendu, kapan suara langkah di lorong tidak cocok dengan jumlah kaki. Orang bilang Serene hanya anak yang suka berpikir. Anak yang tidak pernah nakal, tidak pernah melawan. Tapi mereka tidak tahu... diam itu kadang bukan berarti lupa, melainkan mengingat terlalu banyak. Dan pagi-pagi di tempat ini, yang seharusnya hangat dan tenang, perlahan mulai terdengar berbeda- bukan karena ada suara baru, tapi karena seseorang mulai benar-benar mendengarkan. [Update setiap Malam] 《DISCLAIMER》 [DON'T COPY PASTE MY STORY!!] *Aku butuh sebuah 🌟 agar mereka yang tak terlihat tidak mendekat * Start = 14 mei 2025 Finish =
Eliinaa, écrit par vfryfrljnvsnmtm
5 chapitres Terminé
Apa yang terlintas di benak kalian ketika mendengar kata 'Rumah' ? Tempat nyaman dipenuhi kehangatan? Tempat berlindung dari terpaan badai kehidupan? Pasti itu kan yang terlintas di benak kalian? Sayangnya, 'Rumah' yang ada di kehidupanku jauh berbeda dari semua itu. Kehangatan berubah menjadi kepedihan. Tempat yang seharusnya jadi tempat berlindung justru jadi tempat yang paling membuatku tertekan. Aku tidak iri, sungguh. Aku hanya ingin merasakan bagaimana rasanya ketika dipeluk oleh ayah dan ibu dengan penuh kasih sayang. Sarapan bersama ayah, ibu, kakak dan aku di pagi hari sambil tertawa ria karena masakan ibu yang gosong mungkin? atau jatuh dari motor saat sedang belajar mengendarainya lalu ayah akan datang dan membantuku berdiri, menenangkanku sambil berkata "Gapapa, ini biasa terjadi kok kalo lagi belajar, pernah dengar pepatah 'kamu nggak bakal bisa berdiri kalau nggak pernah jatuh' kan? Nah, kasus kamu sekarang sama kayak pepatah yang ayah bilang tadi." ? atau saat adzan tiba, ayah akan mengajak ibu, kakak dan aku untuk sholat berjamaah dengan ayah sebagai imamnya ? atau mungkin menjahili kakak yang sedang sibuk belajar lalu aku akan dihadiahi kejar-kejar an dan berakhir dengan aku yang terjatuh lalu menangis, kemudian ibu akan datang mengobati lukaku akibat aksi kejar kejar an tadi sambil mengoceh? Benar-benar keluarga impian bukan? Ya, benar, karena itu 'keluarga impian' maka itu hanya akan jadi 'mimpi' saja. Itu tidak terjadi di kehidupan nyata. Ya, mungkin ada, tapi bukan kehidupanku. Sekarang, rumah sudah tidak lagi menjadi tempat ternyaman dan penuh kehangatan seperti yang kurasakan dulu. Kini rumah hanya menjadi tempat berteduh dari panas dan hujan. Aku telah kehilangan, dan rasa kehilangan ini telah membuatku takut untuk memiliki.
Vous aimerez aussi
Slide 1 of 9
Dilahirkan Untuk Dibenci cover
A Silent Heartbeat cover
LENATHAN (hiatus) cover
NOESIS [END] cover
ALEENA'S LIFE cover
Maaf' (Revisi) cover
Arshaka Heizen Lergan  cover
Eliinaa cover
Alisa's Story  cover

Dilahirkan Untuk Dibenci

7 chapitres En cours d'écriture

Tidak semua kelahiran membawa kebahagiaan. Bagi keluarga itu, tangisan pertama Felix justru menjadi tanda berakhirnya kehidupan seseorang yang paling mereka cintai. Sejak hari itu, ia tumbuh di antara tatapan dingin, kata-kata yang tak pernah hangat, dan kasih sayang yang hanya bisa ia bayangkan. Setiap langkahnya terasa hati-hati, seolah napasnya sendiri adalah kesalahan yang terus diulang. Empat kakak yang seharusnya menjadi pelindungnya, justru menjelma menjadi dinding yang memisahkan dirinya dari dunia luar. Hyunjin yang ingin membenci, tapi diikat oleh tanggung jawab. Changbin yang ingin marah, tapi terperangkap dalam bayangan sang ibu. Jisung yang iba, tapi terlalu takut untuk peduli. Dan Seungmin... yang benar-benar benci. Felix tidak pernah meminta untuk lahir. Tapi dunia tetap memaksanya untuk hidup, meski tanpa pelukan, tanpa sapaan lembut, tanpa siapa pun yang benar-benar menginginkannya. Dan pada suatu hari, di bawah langit yang perlahan memudar, ia bertanya dengan suara lirih, "kalau aku hilang... kalian akan mencariku, kan?" Pertanyaan sederhana yang tak seorang pun menjawab.