MULA: 20/ 04 / 2025
TAMAT: .....
Nur Qistina Maisarah, gadis ayu bermata jernih, manis senyumannya, comel orangnya. Lepas tamat sekolah menengah, dia terus melangkah ke dunia kerja, niat asal cuma nak bantu ayah, kumpul duit untuk lesen kereta. Tapi biasalah, tangan lembut pegang duit banyak, hati perempuan mudah cair, boros pun jadi tabiat.
Sarah bekerja di sebuah kafe bernama Taqisah, tempat yang secara tak sengaja menemukan dia dengan Hazim Syazwan, lelaki pendiam, baran, dan nampak sombong pada luarannya. Bekerja di situ hampir setahun, Hazim langsung tak pernah mesra dengan sesiapa. Dunia dia hanya kerja, rehat, dan telefon.
Pertemuan mereka biasa saja, tapi perlahan-lahan berubah menjadi luar biasa.
Sarah sebenarnya sudah berpunya, bersama Izzudin, lelaki yang jauh di Kuala Lumpur menyambung pengajian. Hubungan mereka jarak jauh, dan lebih banyak sunyi daripada bahagia. Lama-lama, Sarah mula rasa... kosong.
Hazim mula jadi tempat dia senyum, tempat dia lupa sekejap tentang hati yang selalu tunggu mesej tak berbalas. Dia selalu mengusik, belanja air kopi percuma, dan bagi perhatian kecil yang Sarah sendiri tak sedar dia perlukan.
Tapi bila hati mula bergetar, Sarah takut untuk percaya lagi.
"Hazim dah start ada rasa sayang dekat Sarah. Tapi terpulanglah dekat Sarah. Hazim tak paksa pun." - HAZIM
"Sarah takut benda akan jadi macam Izzudin, Hazim." - SARAH
Hubungan mereka jadi rapat. Bukan sekadar dua hati, tapi satu tempat kerja jadi saksi. Budak-budak Taqisah pun dah mula gosip. Tapi bila Sarah sambung belajar di KL, segalanya jadi renggang. Rasa rindu bertukar jadi rasa dipinggirkan.
"Ex saya dulu semua dekat-dekat. Kita ni LDR, Sarah." - HAZIM
"Tak apa lah. Saya yang undur sendiri. Saya dah cuba yang terbaik. Perempuan selepas saya, jaga dia baik-baik. Jangan sia-siakan dia punya ikhlas and sabar." - SARAH
Dalam diam, masing-masing masih berharap, moga yang terakhir itu, tetap saling menjaga, walaupun tak bersama.
Prolog
Hari masih terlalu gelap ketika matahari terlihat malu-malu untuk memunculkan dirinya. Udara terlalu basah akaibat hujan semalam. Walau seperti itu, terlihat seorang pemuda berambut jabrik bewarna kuning cerah berjalan dalam pagi yang belum sempurna itu. pemuda yang kita tahu bernama Namikaze Naruto itu berjalan pelan. Bukan karena sok keren seperti di film-film tapi jika ditelisik wajah tannya maka dapat disimpulkan bahwa sang Namikaze bungsu tersebut tengah menahan air mata yang sebebtar lagi akan terjun bebas. Hatinya terluka. Kepercayaanya telah dikhianati. Kesetiaannya dianggap angin belaka. Jika orang yang selama ini menjadi pahlawanmu ternyata tak lebih dari seorang bajingan, apa yang kamu rasakan? Sungguh, ia merasa dunia bukanlah tempat yang indah lagi. Sudut pandangnya pada dunia seakan telah tertutup duka yang terlalu dalam.
Drtt... Drtt...
Naruto melihat nama yang tertera pada layar ponselnya. Ia mendengus pelan. Sama sekali tak berniat untuk mengangkat telefon dari 'dia'. Untuk apa? Untuk apa ia harus berhubungan dengan orang yang telah menorerkan luka yang tak tahu kapan akan sembuh? Sebenarnya Naruto bukanlah pemuda yang suka mendendam. Jika kau tak berlebihan dalam mengganggunya di jamin senyuman 10.000 volt miliknya masih akan terpasang. Tapi, mungkin senyuman itu kini telah tertelan gerhana.
TBC