
Hampa. Kau mungkin membayangkannya sebagai sebuah ketiadaan, sebuah ruang kosong yang dingin dan tak bermakna. Namun, tidak. Hampa yang akan kau selami ini jauh lebih pekat, lebih berdenyut dari itu. Ia adalah semesta tersendiri, sebuah kanvas raksasa di mana jejak-jejak kehidupan tak pernah benar-benar sirna. Percayalah, di dalam relung kehampaan yang tampak senyap itu, bergema riuh rendah bisikan tak berwujud. Itulah Gema dari segala yang pernah ada dan yang akan datang. Ada gema dari dendam yang membara, mengiris udara laksana pedang tak kasat mata. Ada gema dari rasa sakit yang menusuk, merintih dalam kesunyian abadi. Namun, di antara bayang-bayang itu, terdengar pula gema tawa yang pernah renyah, gema kehangatan cinta yang pernah memeluk erat, bahkan gema sorak sorai kemenangan yang pernah mengguncang langit. Semua itu bertaut, bergetar, mengisi kehampaan dengan esensi kehidupan itu sendiri. Inilah kisah tentang Rémy Belpois. Seorang jiwa yang terlempar ke dalam pusaran hampa ini, seorang pengelana yang menapaki jalan setapak di antara puing-puing harapan dan kenangan pahit. Dengan hati yang membeku oleh duka dan bara amarah yang menyala di pelupuk mata, ia memulai perjalanannya, terdorong oleh satu tujuan yang membakar jiwanya: sebuah misi balas dendam. Namun, akankah perjalanannya di tengah belantara gema ini hanya membawanya pada pembalasan dendam semata? Atau akankah ia, di antara gema-gema yang berbisik, menemukan lebih dari sekadar kepedihan dan amarah yang kini melingkupinya? Sebab dalam hampa yang bergema ini, setiap langkah adalah pertemuan dengan serpihan jiwa-miliknya, dan milik semesta.All Rights Reserved
1 part