Jakarta, ibu kota negara yang dulunya gemerlap, kini tinggal bayangan kelam dari kejayaannya. Dahulu, kota ini dipenuhi hiruk-pikuk manusia yang berlalu-lalang, sibuk mengejar waktu, ambisi, dan impian. Jalanan yang padat dengan kendaraan, gedung-gedung tinggi yang menjulang, serta suara klakson dan tawa anak-anak yang bermain di gang sempit menjadi denyut kehidupan yang tiada henti.
Namun segalanya berubah-cepat, brutal, dan tanpa ampun.
Wabah itu menyebar tanpa peringatan. Dalam hitungan hari, keramaian berubah menjadi kekacauan. Jeritan menggantikan tawa. Api menggantikan cahaya lampu kota. Tubuh-tubuh bergelimpangan di jalan raya, dan darah membasahi trotoar-trotoar yang dulunya ramai.
Kini, Jakarta telah menjadi kota neraka.
Langitnya kelam, seolah enggan lagi menyinari tanah yang sudah dikutuk. Angin membawa bau busuk dari daging membusuk dan bangkai yang tak sempat dikuburkan. Gedung-gedung kosong berdiri seperti kuburan raksasa. Dan di antara bayangan tembok dan reruntuhan, berkeliaran sosok-sosok mengerikan-makhluk yang dulunya manusia, namun kini berubah menjadi monster tak berakal. Sebagian merangkak, sebagian berlari dengan gerakan tak wajar seperti anjing gila yang terlepas dari kandangnya.
Mereka disebut zombie, namun itu terlalu ringan untuk menggambarkan horor sebenarnya. Mereka bukan hanya mayat hidup-mereka adalah mimpi buruk yang bangkit, manusia yang telah kehilangan bentuk, jiwa, dan nurani. Mata mereka kosong, penuh kebencian, dan tubuh mereka berlumur darah, luka, dan kehancuran.
Jakarta tak lagi hidup. Ia mengerang dalam diam, menanti hari saat semuanya benar-benar berakhir... atau saat sesuatu yang lebih mengerikan muncul dari balik reruntuhan.
by : 7Aphroditus
Di sebuah pagi berkabut di New York, Hadi, seorang mahasiswa biasa di New York State University, menerima pesan aneh dari ayahnya - seorang peneliti di badan kesehatan dunia. Pesan itu singkat, penuh peringatan samar: "Jangan percaya pada apa yang kau lihat. Jangan ke tempat ramai."
Awalnya, Hadi mengabaikannya. Segalanya masih terlihat normal: subway yang melaju lambat, udara dingin kota, hiruk pikuk orang-orang yang terburu-buru. Namun, rasa ganjil mulai merayap saat perjalanan ke kampus terasa berbeda. Wajah-wajah asing di kereta, gerbong yang terlalu sunyi, dan bisikan ketakutan di udara.
Saat tiba di kampus, dunia Hadi runtuh. Kampus yang biasanya penuh tawa berubah menjadi ladang maut. Teman-temannya - manusia biasa - berubah menjadi makhluk buas haus darah. Tidak ada peringatan, tidak ada waktu untuk bersiap.
Sendirian, dengan hanya keyakinan samar bahwa ayahnya tahu sesuatu tentang apa yang terjadi, Hadi harus bertahan di tengah kekacauan. Di koridor kampus yang sunyi dan lorong gelap, ia harus melawan ketakutan, membuat keputusan cepat, dan bertahan hidup melawan sesuatu yang pernah disebut manusia.
Dunia runtuh dalam hitungan jam.
Dan di tengah semua itu, satu pertanyaan menghantui Hadi:
Apakah ini benar-benar sebuah bencana alamiah, atau ada sesuatu yang lebih mengerikan bersembunyi di balik semua ini?
---