Di balik tembok tinggi istana, di bawah langit yang selalu menyimpan rahasia, dua sosok berjalan di jalan yang seharusnya tidak pernah bersinggungan.
Pangeran Loid-pemuda yang dipersiapkan untuk takhta, dibentuk oleh tanggung jawab dan tradisi yang lebih tua daripada usianya sendiri. Hidupnya telah lama diatur, setiap langkahnya ditentukan oleh keharusan, bukan keinginan. Ia harus menjadi pemimpin, harus menjadi lambang kekuatan, harus menerima bahwa dalam dunia kekuasaan, tidak ada tempat bagi hati yang ragu.
Lalu ada Renjana-sosok yang tak dikenal oleh banyak orang, terlindung di balik kain putih yang selalu menutupi wajahnya. Dia adalah bayangan yang hadir tetapi tak pernah benar-benar terlihat. Sebagai Perisai, dia hanyalah sosok tanpa nama, tanpa wajah, tanpa keberadaan yang bisa diingat oleh siapapun.
Tetapi takdir, seperti angin yang berembus tanpa arah, telah mempertemukan mereka dalam keheningan malam.
Di saat Loid mencari makna di balik kehidupannya yang telah ditentukan, di saat ia mulai meragukan batas-batas yang ditetapkan untuknya, matanya tertuju pada sosok yang seharusnya hanya menjadi bayangan di sudut ruangan.
Dan dalam sebuah keputusan yang seharusnya tidak diambil, dalam satu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan, kain itu jatuh.
Untuk pertama kalinya, Loid melihatnya. Dan dalam sinar fajar yang lembut, ia menyadari bahwa dunia tidak sesederhana yang selama ini ia pahami.
Karena Renjana bukan hanya Perisai.
Dan Loid bukan hanya seorang pangeran yang patuh pada takdirnya.
Di balik gemerlapnya istana dan takhta yang menjanjikan kemuliaan, Pangeran Xian hidup dalam kesepian yang tak terungkap. Sebagai pewaris kerajaan, ia terikat oleh takdir yang bukan miliknya sendiri-takdir yang menuntut kesetiaan pada negara, bukan pada perasaannya. Namun, di tengah kebekuan dunia bangsawan, satu-satunya kehangatan yang ia temukan adalah sosok Jenderal Li Ying, pria yang telah berulang kali mempertaruhkan nyawanya demi dirinya.
Di medan perang, mereka bertarung bahu-membahu. Di balik tirai malam, mereka berbagi rahasia dan kerinduan yang tak terucapkan. Namun, cinta mereka adalah cinta yang tak boleh ada-sebuah noda dalam kitab suci kerajaan yang hanya mengenal pernikahan sebagai alat politik, bukan sebagai penyatuan dua hati.
Ketika perintah pernikahan kerajaan dijatuhkan, dunia yang mereka bangun dalam diam mulai runtuh. Jenderal Li Ying, yang lebih memilih mati daripada hidup tanpa kehormatan, memutuskan mengakhiri segalanya dengan pedangnya sendiri. Sementara Pangeran Xian, dalam ke