Di antara langit yang luas dan bumi yang kokoh, dua jiwa bertemu dalam bingkai takdir yang telah Allah tetapkan.
Zahwa Elvira Khairunnisa merasa dirinya hanyalah tanah yang tak layak dipersandingkan dengan langit.
"Kamu terlalu sempurna untukku. Aku tak percaya diri jika berada di sisimu. Segala yang ada padamu terasa sulit kuimbangi," ungkapnya, menyimpan keraguan dalam hatinya yang rapuh.
Namun Rayyan Ghifari Alhaq Ramadhan, seorang pemuda dengan tutur lembut dan akhlak santun, menjawab dengan tenang,
"Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan. Aku siap membersamai perjalananmu, menutupi kekuranganmu, dan menjadikanmu percaya diri saat berada di sisiku-sebagaimana engkau pun akan menutupi kekuranganku."
Di suatu senja yang syahdu, dengan keteguhan hati dan niat yang lurus, Ghifari menyampaikan maksud sucinya:
"Aku ingin mengkhitbahmu, Zahwa Elvira Khairunnisa."
Zahwa menunduk, memintal ujung pashmina cokelat yang membingkai wajah teduhnya.
"Saya bukan anak ustadz, bukan pula putri seorang kiai atau gus. Saya merasa tak pantas disandingkan dengan jenengan," ucapnya lirih.
Namun Ghifari menjawab dengan penuh keyakinan,
"Jika hasil istikharahku menunjukmu, maka tak ada keraguan lagi dalam hati ini."
"Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)."
- QS. An-Nur: 26
Apakah cinta yang berlandaskan keimanan akan menemukan jalannya?
Akankah mereka bersatu dalam mahligai yang diridhai oleh Sang Maha Penentu Takdir?
✨ Temukan kisah haru yang menuntun hati tentang cinta yang tumbuh dalam doa, dipilih lewat istikharah, dan dijaga dengan syariat dalam "Cahaya Di Ujung Doa".