
Malam itu, bulan tergantung rendah di langit seperti mata dewa yang mengintai dari balik kelam. Sinarnya tidak hangat-melainkan dingin, pucat, dan tajam seperti bilah perak yang menyayat langit malam. Di reruntuhan kota tua yang dilupakan sejarah, langkah-langkah menggema di antara debu dan bisikan roh yang belum tenang. Di tengah kehancuran dan bayang-bayang berdarah, seorang pemuda berdiri tegak. Jubah hitamnya berkibar pelan, seolah dipanggil oleh angin yang membawa dendam dari masa lalu. Kalung berbentuk sabit tergantung di lehernya, berkilau redup seperti lambang yang menyimpan kutukan dan takdir sekaligus. Namanya Lune-atau begitulah dunia mengenalnya. Dibentuk oleh kegelapan, dan dibuang oleh cahaya. Mereka bilang ia pewaris bayangan, anak dari dominion yang terkubur di bawah tanah suci. Ia tak percaya takdir. Tapi malam itu, ketika langit retak dan bisikan lama bangkit dari celah dimensi yang membusuk, Lune tahu-semuanya akan dimulai lagi. Perang lama belum usai. Dan bulan belum selesai memilih pemilik darahnyaAll Rights Reserved
1 part