5 parts Complete Sadar atau tidak, kita sering merasa bahwa hidup kitalah yang paling lelah. Selalu mengeluh pada alur hidup yang begitu rumit, pada cobaan yang terasa begitu berat, bahkan pada takdir yang seakan tidak pernah berpihak.
Namun, lupa bahwa di luar sana ada banyak jiwa yang menanggung beban lebih besar, tapi tetap memilih untuk tersenyum. Lupa bahwa setiap luka sebenarnya sedang menempa kita menjadi lebih kuat. Dan sering kali, justru dari titik terendah itulah kita belajar arti syukur, arti sabar, dan arti bertahan.
Sama seperti Ara, Nuel, dan Zia. Mereka masih belia, tapi sudah lebih dulu diajari arti kehilangan-arti menunggu-dan arti berdamai dengan keadaan.
Ara, gadis kecil yang terlalu cepat mengenal sepi, kerap menatap kosong ke arah pintu toko-seolah menanti sosok yang tak kunjung pulang. Hatinya sering rapuh, tapi ia belajar berdiri lagi, sebab di dalam dirinya tumbuh keyakinan bahwa setiap hari adalah kesempatan baru. Ara menjadi cahaya kecil yang, meski redup, tetap berusaha menerangi dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Nuel, sahabat yang selalu ada, diam-diam memikul keresahan keluarganya-namun tetap berusaha tersenyum agar adiknya tidak ikut merasa hancur. Di balik sikapnya yang tampak tegar, ia menyimpan ribuan pertanyaan tentang dunia, tapi ia memilih menjawabnya dengan kesabaran dan ketulusan. Nuel adalah sosok yang, tanpa banyak kata, sering menjadi sandaran bagi Ara-seperti pohon yang kokoh menahan angin.
Dan Zia, yang sejak kecil hidup bersama ibunya-seorang wanita yang tidak bisa bicara, namun selalu mengajarkan arti bahasa hati. Ibunya tak pernah mengucapkan sepatah kata pun-tapi lewat tatapan lembut dan genggaman tangan, Zia tahu bahwa kasih sayang tidak membutuhkan suara. Dari sanalah ia belajar bahwa keheningan pun bisa menjadi doa-dan cinta tidak selalu harus diucapkan, melainkan dirasakan.