Dira tak pernah menyangka, keputusan sederhana untuk menerima pekerjaan di kota lain justru membuka kembali pintu masa lalu yang tak pernah ia kunci rapat. Di antara aroma roti cokelat hangat, percakapan pagi yang lambat, dan langit yang selalu lembut di ufuk timur, ia bertemu lagi dengan Kayden - lelaki yang pernah menjadi janji kecil di bawah pohon mangga, lalu hilang begitu saja oleh waktu.
Kayden, kini CEO muda yang tampak terlalu tenang untuk usianya, tak pernah lupa pada mata yang dulu mengajarkannya cara memandang dunia. Namun hidup telah menempanya menjadi pria yang banyak diam - menyimpan, merawat, tapi tak berani berkata.
Di antara rutinitas pagi yang sederhana, toko buku tua, dan momen-momen manis tanpa nama, perlahan mereka saling mengenali lagi - bukan sebagai dua orang yang jatuh cinta, tapi sebagai dua jiwa yang diam-diam saling pulang.
Ini bukan cerita tentang pertemuan yang dramatis. Ini kisah tentang dua orang yang tak pernah benar-benar pergi. Tentang cinta yang tumbuh bukan karena waktu yang cukup, tapi karena diam yang tak putus.
she was never supposed to be known
he was never supposed to want her
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Ghazya yang tengah menikmati kedamaian hidupnya sebagai designer interior tiba tiba menjadi sorotan publik karena pusaran isu yang mengaitkan hubungan dengan salah satu Staf Khusus Kepresidenan, Arnesh Hardiyata.
Sebagai bentuk tanggungjawab, Arnesh berusaha mencari tahu info lebih dulu tentang Ghazya sebelum jadi bahan gorengan media dan senjata musuh politiknya. Tapi pencariannya buntu, info tentang Ghazya sulit didapat. Tidak ada jejak digital sedikitpun. Tidak ada history Kartu Kredit apalagi hutang piutang, bahkan catatan medis pun kosong. Seolah olah perempuan itu tidak pernah benar-benar hidup di dunia yang sama.
Tentu saja Arnesh akan sangat sulit mendapatkan info tentang Ghazya. Tak tercatat. Tak disebut. Tak diakui. Karena dia adalah anak rahasia dari calon presiden.