Sebuah kisah tentang cinta, dan rindu.
Di sebuah jurang, tak ada lagi ranting yang bisa ia pegang.
Ini adalah kisah, tentang seseorang yang rindu akan rumah, dimana tangis, tawa, harapan, serta janji dapat di ucapkan.
Tentang permen, kapal kertas, serta pelukan yang sudah lama hilang.
Pesan yang bisa dituliskan bukan disampaikan.
Di sebuah desa kecil yang sunyi, seorang gadis menyimpan kisah cintanya dalam diam.
Ia bukanlah tokoh utama bagi seseorang yang dicintainya, menjadi halaman yang tak pernah di buka, namun tetap tinggal dan menunggu hingga lapuk.
Dalam diam, seseorang yang ia cintai kembali pada masa lalu, pada kenangan yang bukan tentangnya.
Gadis itu tidak marah, hanya diam membisu menunggu dalam harapan.
Ini bukan kisah cinta yang menang, tapi kisah cinta yang bertahan.
Di tulis bukan untuk di kenali, tapi di pahami.
Membawa harapan supaya dibaca oleh siapapun yang pernah mencintai dalam sunyi, yang memilih untuk memberi daripada meminta.
she was never supposed to be known
he was never supposed to want her
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Ghazya yang tengah menikmati kedamaian hidupnya sebagai designer interior tiba tiba menjadi sorotan publik karena pusaran isu yang mengaitkan hubungan dengan salah satu Staf Khusus Kepresidenan, Arnesh Hardiyata.
Sebagai bentuk tanggungjawab, Arnesh berusaha mencari tahu info lebih dulu tentang Ghazya sebelum jadi bahan gorengan media dan senjata musuh politiknya. Tapi pencariannya buntu, info tentang Ghazya sulit didapat. Tidak ada jejak digital sedikitpun. Tidak ada history Kartu Kredit apalagi hutang piutang, bahkan catatan medis pun kosong. Seolah olah perempuan itu tidak pernah benar-benar hidup di dunia yang sama.
Tentu saja Arnesh akan sangat sulit mendapatkan info tentang Ghazya. Tak tercatat. Tak disebut. Tak diakui. Karena dia adalah anak rahasia dari calon presiden.