RAVEN

Raven Mahesa Alandra tidak seperti yang mereka pikirkan.

Sebagai ketua geng motor Black Talon, semua orang mengira dia tipe cowok keras, urakan, dan sulit dijangkau. Tapi kenyataannya, Raven lebih sering menyendiri di bengkel komunitas, memperbaiki motor orang tua secara gratis, atau sekadar duduk di taman kota sambil membaca buku puisi yang ia temukan dari pasar loak.

Sejak ayahnya meninggal karena kecelakaan jalanan bertahun lalu, Raven memilih jalan yang berbeda. Ia tak ingin jadi bagian dari kekacauan yang sama. Ia mengubah arah geng motornya menjadi komunitas positif, mengajak teman-temannya untuk menggunakan kecepatan sebagai cara membantu orang, bukan menakuti.

Dunia Raven berjalan pelan dan tenang... sampai suatu sore, dia bertemu Nayla.

Nayla Aurelian, gadis penjaga kios bunga kecil di sudut taman kota Bandung, tak pernah benar-benar menyadari kehadiran Raven... sampai pria itu datang setiap sore, memesan bunga yang berbeda setiap kali lalu menyimpannya di jok motornya, seolah itu hal yang paling berharga di dunia.

Nayla bukan tipe gadis populer. Ia pendiam, manis, dan menyimpan banyak hal untuk dirinya sendiri. Ia menjaga bunga seperti menjaga hatinya penuh kasih sayang tapi rapuh. Ia pernah disakiti, pernah ditinggalkan, dan kini ia tak percaya bahwa cinta bisa hadir tanpa maksud tersembunyi.

Tapi Raven datang tanpa janji manis.

Ia datang dengan keheningan, dengan tatapan yang tak pernah menuntut apa pun.

Dengan tangan kotor karena oli, tapi hati yang bersih karena ketulusan.

Dari sore-sore yang berulang, tumbuhlah perasaan. Bukan dari pengakuan cinta besar-besaran, tapi dari jas hujan yang selalu dibawa, dari pesan singkat yang bertanya, "Kamu udah makan belum?", dan dari cara Raven selalu memutar motor pelan ketika lewat depan kios Nayla, hanya untuk memastikan lampunya masih menyala.

Tapi cinta tak tumbuh tanpa rintangan.

Bahwa cinta bukan tentang siapa yang datang paling cepat, tapi siapa yang bertahan saat semuanya mulai terasa lambat.