Akatavi bukan laki-laki yang datang membawa cinta, apalagi janji manis.
Ia hadir dengan sikap tenang, kalimat singkat, dan mata yang selalu menunduk saat bicara. Tidak banyak kata, tapi cukup membuat Hana tahu bahwa ia berbeda. Bukan karena romantis, tapi karena cara ia menahan diri seperti seseorang yang hanya ingin menjaga, bukan memiliki.
Sementara Hana, adalah kebalikannya.
Penuh tanya, keras kepala, terbiasa lantang.
Pernikahan ini bukan pilihannya. Ia dipaksa menerima, dijodohkan atas nama perubahan. Maka saat Akatavi datang dengan niat baik ia ditolak mentah-mentah oleh Hana. Bahkan ia sempat pergi dari rumah karena menolak lamaran itu, karena merasa dirinya sedang dipenjarakan atas kesalahan masa lalu.
Tapi Akatavi tidak mengejar. Ia hanya diam, menunggu dengan sabar yang terasa mustahil.
Hana akhirnya kembali. Bukan karena siap. Bukan pula karena cinta. Tapi karena lelah mencari tempat pulang, dan hanya rumah itu yang terbuka untuknya.
Sejak hari itu, mereka tinggal bersama. Tapi tidak benar-benar saling dekat. Satu rumah, satu ranjang, tapi seolah hidup di dua dunia yang berbeda. Sudah sebulan mereka hanya berbicara seperlunya.
Sampai malam itu datang.
Sunyi terlalu panjang. Akatavi mulai berbicara empat mata dengan Hana. Membuat waktu berhenti sejenak kali itu juga.
"Ana nggak tahu apakah cara ana mencintaimu sesuai dengan cinta yang kamu harapkan. Tapi sejak kita halal, ana selalu berdo'a semoga hati kita bertemu di titik yang sama. Karena sejak itu, ana sudah berniat. Nawaitu someday with you, lillahi."
Ini bukan kisah cinta yang dimulai dari bunga atau tawa.
Tapi tentang dua jiwa yang dipertemukan oleh restu, dibimbing oleh takdir, dan perlahan menemukan cinta yang tumbuh karena Allah.
Bukan lewat rayuan, tapi lewat keteguhan.
Bukan lewat janji, tapi lewat kehadiran yang selalu ada meski tak pernah diminta.
Dan mungkin, Hana memang tidak sedang mencari lelaki yang sempurna. Ia hanya butuh seseorang yang yakin, saat ia sendiri masih ragu.
Kania Sekar Melati gadis berusia 20 tahun itu harus putus kuliah, dan bekerja di sebuah rumah mewah milik duda kaya beranak satu yang bernama Bagas Adipati Wiratmodjo. Keputusan itu dilakukan tanpa sepengetahuan keluarganya.
Sampai ketika akhirnya ia mendapati situasi yang mendesaknya. Ia di hadapkan dengan tawaran yang membuatnya tak bisa berpikir banyak.
Akhirnya ia memutuskan hal yang tak pernah ia bayangkan ketika harus menerima tawaran untuk menjual dirinya pada Bagas Adipati Wiratmodjo.