Baiksa Askara "Sekali saja, bernapas tanpa rasa sesak,"
5 parts Ongoing Dadanya selalu terasa sesak, seakan udara menolak untuk tinggal terlalu lama di dalam paru-parunya. Kata-kata yang dilontarkan orang tuanya tak pernah benar-benar hilang; mereka menancap seperti duri yang menolak dicabut. Ia sering kali merasa gagal, merasa tak pernah cukup-seolah langkahnya hanyalah jejak kabur yang mudah dihapus siapa saja.
Namun, anehnya, di antara semua rasa sakit itu, ia masih bisa tersenyum. Senyum yang bukan tanda bahagia, melainkan topeng agar dunia tak melihat betapa hancurnya ia di dalam. Setiap malam, ia menatap langit-langit kamarnya yang gelap, bertanya pada dirinya sendiri apakah suatu hari ia bisa benar-benar pulih, atau setidaknya tidak lagi merasa hancur.
Ia tahu perjalanannya panjang. Ia tahu luka itu tidak bisa sembuh sekejap. Tapi ia tetap berjalan, walau tertatih, walau sendirian. Dan di tengah perih itu, ia masih berpegang pada satu hal sederhana-keberaniannya untuk bertahan hidup, meski sekadar untuk hari esok.
Namanya, Baiksa Askara.