Dari semua hal yang pernah Riki bayangkan tentang masa depan, menikahi seorang pria jelas bukan salah satunya.
Namun pagi ini, ia berdiri di depan cermin, mengenakan jas pengantin, dengan tangan yang dingin dan detak jantung yang tak karuan.
Di luar sana, bunga-bunga telah disusun, musik pernikahan siap diputar, dan semua orang menunggu ia mengucapkan janji.
Riki tertawa pahit.
Bukan karena hari ini lucu, tapi karena kenyataan ini terlalu aneh untuk bisa ia tangisi.
Ia tidak gay. Tidak pernah. Dan tidak akan. Tapi di sinilah ia, dalam pilihan yang tak pernah ia minta, hanya karena satu nama: Bella.
Ia mencintainya. Dengan tolol. Dengan tulus.
Dan perempuan itu... dengan mata bening dan suara lirih, menyodorkan keputusan paling gila dalam hidupnya.
"Bantu aku... Nikahi dia. Gantikan aku, Riki."
Begitu katanya. Sesederhana itu. Seolah menikah bukan perkara hidup-mati. Seolah hati Riki bukan sesuatu yang bisa pecah.
Dan lebih gilanya lagi, Riki mengangguk.
Kini, Riki mulai bertanya-tanya...
Bagaimana jika kebahagiaannya memang tidak ada dalam rencana yang ia buat sendiri?
she was never supposed to be known
he was never supposed to want her
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Ghazya yang tengah menikmati kedamaian hidupnya sebagai designer interior tiba tiba menjadi sorotan publik karena pusaran isu yang mengaitkan hubungan dengan salah satu Staf Khusus Kepresidenan, Arnesh Hardiyata.
Sebagai bentuk tanggungjawab, Arnesh berusaha mencari tahu info lebih dulu tentang Ghazya sebelum jadi bahan gorengan media dan senjata musuh politiknya. Tapi pencariannya buntu, info tentang Ghazya sulit didapat. Tidak ada jejak digital sedikitpun. Tidak ada history Kartu Kredit apalagi hutang piutang, bahkan catatan medis pun kosong. Seolah olah perempuan itu tidak pernah benar-benar hidup di dunia yang sama.
Tentu saja Arnesh akan sangat sulit mendapatkan info tentang Ghazya. Tak tercatat. Tak disebut. Tak diakui. Karena dia adalah anak rahasia dari calon presiden.