"Perempuan yang Pernah Kupanggil Rumah"

Bagaimana jika orang yang dulu menjadi rumah, kini hanya tinggal nama yang kau sebut dalam doa paling sunyi?

----

"Aku menulis surat ini dengan tinta biru, bukan karena kebetulan..."

----

Tiga tahun telah berlalu sejak Nayla pergi bersama luka, bersama anak mereka, Elzayn. Tapi bagi Ammar, perasaan itu tidak pernah benar-benar pergi. Ia masih menyimpan surat terakhir yang tak pernah dikirimkan. Bukan karena belum selesai ditulis, tapi karena belum selesai dilupakan.

Saat Elzayn muncul membawa selembar surat kecil dari "Ayah", dunia Nayla yang sudah ia coba susun ulang kembali retak. Masa lalu yang dikira telah mati, ternyata hanya tertidur di antara kenangan dan penyesalan.

Di antara tumpukan surat yang tak pernah terkirim dan pertemuan-pertemuan penuh gengsi, mereka mulai menyusun ulang potongan-potongan hati yang berserakan. Tapi apakah cinta lama benar-benar bisa pulang? Atau hanya datang untuk menyadarkan bahwa tidak semua rumah bisa dihuni kembali?

----

"Kadang, rumah bukan tempat kita kembali tapi luka yang kita peluk dengan ikhlas."

----

Sebuah cerita tentang kehilangan, cinta yang tak utuh, dan keberanian untuk berhenti menunggu.