"Yaudah, aku masuk dulu yaa. Kamu hati-hati, sayang... IIoveyouuuuu!" Mireille mengecup pipi Reyzvan lembut sebelum turun dari mobil.
"I love you too," jawab Reyzvan sambil tersenyum tipis.
"Ihh, kok gitu doang sih! Kamu nggak sayang aku ya?!" Mireille langsung manyun, menatap kesal.
"Astagaaa..." Reyzvan mendongakkan kepala, bersandar pada kursi mobil sambil memijat pelipisnya. Setelah menarik napas panjang, ia kembali menatap Mireille yang sudah cemberut. "Kan aku udah jawab, sayang. Salah mulu deh, heran aku."
"Apa? Jadi kamu nggak ngerasa salah? Jawaban sesingkat, sedingin, dan se-nggak sayang itu kamu pikir bukan kesalahan?!" Mireille melipat tangan di dada, tatapannya menuntut.
"Iyaaa iyaaa, aku salah... I love youuuuu more, sayangku, cintaku, pujaan hatiku, cantik banget kesayangan akuuu," jawab Reyzvan sambil mendekatkan wajah, mencoba meluluhkan Mireille.
Mireille pun akhirnya tersenyum lebar. "Nahhh, gitu donggg!" katanya sambil terkikik. Ia pun membuka pintu mobil, bersiap turun.
Namun, sebelum benar-benar turun, Mireille mendengar desahan berat dari Reyzvan. Ia spontan menoleh lagi.
"Hhhhaahhh..."
"Kenapa napasnya berat gitu? Kamu terpaksa kan? Kamu beneran nggak serius sayang sama aku!"
"Ya ampun, nggak gitu, sayang. Aku beneran sayang sama kamu," Reyzvan mulai panik.
"Udah deh, Rey. Nggak usah banyak alasan," potong Mireille sambil turun dari mobil dan membanting pintu pelan. "Nggak usah ketemu aku lagi," sambungnya dingin.
"Loh, eh, yanggg... Nggak gitu, sayangg... Baby, dengerin duluu!" Reyzvan frustasi, tangannya terulur ke arah pintu yang sudah tertutup.