Di SMA Haneul yang tua dan menyimpan sejuta kisah, atmosfer musim gugur membawa lebih dari sekadar hawa dingin.
Kim Jin-woo, sang pemimpin rasional Klub Fotografi, hanya ingin mengelola klubnya dengan tertib. Park Min-ji, jenius teknologi yang penuh semangat, selalu siap mengabadikan momen apa pun. Lee Soo-yeon, yang sensitif dan artistik, merasakan getaran tak nyata di balik kesunyian koridor. Choi Tae-min, si karismatik dengan senyum menawan, mencoba menjaga semangat mereka tetap tinggi.
Awalnya hanya bisikan dan kejadian aneh yang bisa diabaikan: suara langkah di lorong kosong, lampu yang mati tiba-tiba, benda yang bergeser sendiri. Tapi ketika ketidakberesan itu semakin mengganggu dan personal, keempat remaja ini tak bisa lagi menutup mata. Frustrasi dengan peralatan modern yang gagal, mereka beralih pada satu-satunya alat yang tersisa: sebuah kamera film analog tua dan berdebu yang tersimpan di lembi klub.
Yang mereka tangkap melalui lensa kamera kuno itu bukan sekadar gambar. Dalam cetakan foto yang mengerikan, terpampanglah bayangan-bayangan kabur dan bentuk-bentuk tak kasat mata yang mengintai di sudut-sudut gelap sekolah-bukti visual dari sesuatu yang mengerikan yang tidak terlihat oleh mata telanjang.
Kini, Jin-woo, Min-ji, Soo-yeon, dan Tae-min terjebak dalam teka-teki mengerikan. Kamera tua itu ternyata bukan hanya jendela untuk melihat yang tak terlihat, tetapi juga kunci yang membuka pintu menuju rahasia gelap sekolah mereka. Di tengah koridor sepi yang mencekam dan ruangan tua yang berbisik, mereka harus menghadapi ketakutan mereka sendiri dan mengungkap kebenaran yang terpendam, sebelum apa yang tersembunyi dalam shutter itu melahap mereka semua.
Apakah cahaya kamera mampu menyingkap kebenaran... atau justru membangkitkan sesuatu yang seharusnya tetap terpendam?
Ketika takdir mempertemukan keempat gadis dalam situasi yang tak terduga, mereka harus berhadapan dengan persaingan dan konflik di sekolah. Namun, seiring waktu, mereka belajar untuk saling memahami dan menerima satu sama lain sebagai saudara.
Dalam perjalanan ini, mereka menemukan bahwa kekayaan sejati bukan hanya tentang materi, tetapi juga tentang cinta, kasih sayang dan kekeluargaan.