Di dunia yang tak pernah berhenti bergerak, lahirlah sebuah bintang-bukan di langit, tapi di hati yang nyaris padam.
Ia hidup di tengah keramaian, tapi merasa sendiri. Setiap langkahnya menembus hiruk-pikuk kota, namun tak satu pun suara yang mampu menyentuh hatinya. Ia bukan tidak hidup-hanya lupa bagaimana rasanya benar-benar hidup.
Hingga suatu malam yang sunyi, ketika langit begitu suram dan layar ponsel menjadi satu-satunya pelarian, suara asing menembus kesunyian itu. Suara riang, hangat, dan tanpa prasangka. Suara yang memaksa dunia dalam dirinya berhenti sejenak... dan menoleh.
Pertemuan singkat itu tak langsung mengubah segalanya. Tapi keesokan harinya, dan hari-hari setelahnya, sosok itu kembali-dengan tawa, semangat, dan cara pandang yang sederhana namun tulus. Perlahan, hidup yang tadinya redup mulai mendapatkan cahaya. Bukan karena banyak hal besar, melainkan dari kehadiran yang konsisten dan ketulusan yang tak dibuat-buat.
Namun bahkan bintang pun tak selalu bersinar terang. Ada malam ketika cahaya itu nyaris padam, tertutup awan luka yang tak terlihat mata. Dan saat itulah, tangan yang dulu hanya diam kini terulur-bukan untuk menyelamatkan, tapi untuk menemani.