Bougainvillea

Bunga-bunga itu masih mekar di balkon lantai tiga.
Padahal hari sudah mulai dingin, dan kabut selalu turun lebih cepat dari matahari.

Warna ungunya tampak memudar, seolah enggan bertahan. Seperti tahu bahwa tak ada yang benar-benar ingin melihatnya tumbuh.

'Namaku Aurelian Virell.
Dan aku tak pernah menanam bunga itu karena suka.

Bougainvillea itu milik adikku.
Eva.

Ia menanamnya tepat tiga minggu sebelum... ia pergi.

Waktu itu aku tidak terlalu peduli.
Kupikir, ya sudah. Menanam itu Hobinya. Hal-hal kecil yang dilakukan orang untuk mengisi waktu.
Aku bahkan tidak tahu bunga itu butuh sinar matahari setiap hari. Tidak tahu bahwa daunnya rapuh. Tidak tahu bahwa ia tak bisa mekar di musim salju.

Aku juga tidak tahu... bahwa Eva sudah lama mati jauh sebelum ia benar-benar menghilang.

Kadang aku bertanya pada diriku sendiri,
apakah aku yang terlalu sibuk hidup sampai tak sadar adikku sedang perlahan mati.

.
Tiga tahun berlalu sejak pemakamannya.
Tiga tahun aku menyiram bunga itu setiap pagi, tanpa pernah benar-benar ingin melihatnya tumbuh.

Sampai pagi itu datang.
Saat sebuah surat tanpa nama tiba di depan pintu, dengan tulisan sederhana:

"Eva menyebut Anda bukan siapa-siapa."