Di sebuah sudut kota tua yang megah di Eropa, berdiri sekolah bernama Valmont Academy, tempat di mana tradisi lebih dihormati dari teknologi, dan gelar bangsawan lebih berpengaruh dari angka rekening bank. Di sinilah anak-anak dari keluarga terpandang belajar tentang dunia... dan tentang bagaimana menjaga nama baik.
Di balik pilar-pilar marmer dan aula berhias lukisan klasik, mereka diajarkan cara berbicara dalam tiga bahasa, cara menyusun perjanjian bisnis saat sarapan, dan cara tersenyum tanpa memperlihatkan gigi.
Dan di antara murid-murid itulah, Arianna Bellarossa berjalan. Gaunnya nyaris tak pernah kusut, suaranya tenang, pandangannya tajam. Gadis itu adalah lambang kesempurnaan aristokrat Italia. Tak ada yang bisa mengusik ketenangannya, setidaknya itulah yang ia yakini.
Sampai suatu pagi, seorang siswa datang. Dengan kemeja tak dikancingkan sempurna, dasi longgar berwarna cerah, dan senyum selebar Eropa Tengah, Julian von Eberhart memasuki aula utama bagaikan badai masuk ruang museum.
Ia melambai ke semua orang. Ia duduk tanpa izin. Ia menyela rapat penting sambil memakan permen. Dan dalam waktu kurang dari tiga menit, ia berhasil membuat Arianna mengerutkan alis lebih dalam daripada yang pernah ia lakukan selama hidupnya.
"Permisi," ucapnya ceria. "Tapi apakah semua rapat di sini terasa seperti seminar pajak tahun 1800-an?"
Sejak saat itu, segalanya berubah.
Bagi Arianna, hidup adalah simfoni mozart, rapi, agung, dan teratur. Bagi Julian, hidup adalah konser jazz dadakan di jalanan, berisik, spontan, dan tak bisa ditebak.
Takdir, rupanya, sedang bersenang-senang.
Dan begitulah awal mula sebuah kisah yang berbau parfum mahal, penuh sindiran tajam, tawa tak terduga, dan cinta yang perlahan merembes di antara perdebatan-perdebatan panas.
Karena di Valmont Academy, bahkan dalam dunia yang dijaga ketat oleh etiket dan ekspektasi... kekacauan bisa terasa manis.