Ketika ibu Tiara meninggal mendadak, tiba-tiba ayahnya punya kebiasaan baru.
Menulis surat. Setiap hari. Surat yang tidak pernah terkirim. Dan Tiara menyaksikan hidup menjauh dari mata ayahnya. Sosoknya ada, tetapi dia hidup dengan setengah nyawa.
Menyaksikan cinta ayah ibunya, Tiara percaya belahan jiwa itu ada, cinta sejati itu nyata. Tiara terkonsep untuk percaya bahwa sebuah cinta romantis yang tak lekang oleh maut, bukan hanya sekadar teori yang ada dalam novel dan film. Ia ingin dicintai sedalam itu. Penuh, utuh, dan setia.
Sayang, cintanya selalu jatuh pada lelaki yang salah.
Seumur hidup, Tiara hanya pernah mencintai dua lelaki.
Ben, lelaki sempurna. Yang dengan setia ditunggunya enam tahun, tetapi kemudian mengkhianatinya. Lelaki yang ingin ia lupakan.
Dan Tristan, lelaki tepat. Tetapi datang terlambat, karena ia telah menjadi milik wanita lain. Lelaki yang harus ia lupakan.
Namun, takdir memiliki caranya sendiri. Ketika berusaha menjauh dan mengenyahkan rasa, Tiara dan Tristan justru dipertemukan kembali di kota paling romantis di dunia: Venesia.
Menghabiskan waktu setiap hari bersama, rasa yang belum sepenuhnya mengendap kembali naik ke permukaan. Sebagai wanita yang pernah merasakan sakitnya rasa pengkhianatan, kepala dan hati Tiara berperang.
Tiara harus memilih: membiarkan dirinya hanyut mengikuti hatinya meski tahu risikonya, atau mengubur cintanya sekali lagi demi menjaga harga diri dan moralitas.
Tapi... bisakah takdir benar-benar dihindari?
Catatan: Cerita tentang Bapak diilhami oleh kisah nyata.