Arsyana Delilah Hasya terlalu larut dalam dunia fiksi yang ia ciptakan sendiri. Demi membayar uang kuliah, ia mulai menulis novel. Tapi siapa sangka, kebiasaan itu justru menariknya lebih dalam, membuat skripsinya terbengkalai dan sidangnya tertunda.
Satu per satu teman-temannya lulus, satu per satu harapan orang tuanya luntur. Arsyana tertinggal, dengan luka yang tak terlihat, dan air mata yang jatuh diam-diam di antara tawa palsunya.
Sampai suatu sore, ia menangis di balik rak buku perpustakaan. Merasa sendirian, hingga suara laki-laki asing membuatnya tersentak.
"Berisik, lo mau jadi hantu perpus yang hobi nangis?!"
"Bi-biarin. Emang hantu nggak boleh nangis?"
"Stupid!"
Prince Neo Sambara, mahasiswa manajemen yang suka ketiduran di perpus, hadir di saat Arsyana paling rapuh. Ia menyebalkan, tapi entah kenapa membuatnya tidak bersedih lagi. Dan sejak saat itu, hidup Arsyana tak lagi berjalan sendirian.
FOLLOW DULU SEBELUM BACA 🥰
Di bawah langit malam yang sepi, seorang balita kecil menatap bulan dengan mata basah. Wajah putihnya tertutupi debu jalanan, mata jernihnya menatap cahaya rembulan.
.
"Aila nda minta di lahilkan..." bisiknya lirih.
.
"Aila ingin punya olang tua... tenapa hanya Aila yang nda punya olang tua..."
______
Hanya suara hati yang terdengar, tenggelam di antara dinginnya malam dan bintang yang bertaburan.
.
Ketika sebuah bintang jatuh melintasi langit, Aila menutup mata kecilnya rapat-rapat.
.
Mungkinkah harapannya terkabul-mendapatkan sebuah pelukan hangat dan sepasang orang tua yang bisa menyebut namanya?
.
Atau justru takdir kembali menguji balita kecil itu dengan kesepian yang lebih dalam?