
Alby tidak pernah memilih dilahirkan sebagai anak pertama. Tapi hidup yang menempatkannya di garis depan, sebagai tameng bagi adik, perendam amarah orang tua, dan tempat jatuh dari beban yang tak pernah di bagi rata. Dulu ia manja, di cintai tanpa syarat, dan tumbuh dalam rumah yang riang, wangi oleh pelukan dan tawa. Namun, semuanya berubah sejak sang Ayah kehilangan pekerjaannya. Sejak kelas tujuh SMP, Alby belajar bahwa kehangatan bisa lenyap, dan rumah bisa jadi tempat tang paling menyesakkan. Ia belajar menahan air mata, menahan amarah, dan memeluk adik nya saat malam menjadi terlalu berat. Tak ada yang meminta nya kuat, tapi semua orang menggantungkan hidup padanya, seolah ia tidak punya batas untuk rapuh. Alby tidak ingin di kasihani. Ia hanya ingin di akui, bahwa menjadi anak pertama bukanlah pilihan, tetapi peran yang datang tanpa permisi.All Rights Reserved
1 part