12 parts Ongoing Genggamanku di tangannya bergetar, namun tetap kutuntun ia menuju altar dengan senyum yang kutahan. Musik lembut mengiringi langkah kami, sementara tatapan para tamu penuh haru. Setiap detik terasa panjang, seolah jarak di antara kami perlahan melebar. Dan saat akhirnya ia berdiri di samping pasangannya, aku mundur dengan dada sesak, menyembunyikan tangis yang hampir pecah di balik senyum yang kupaksakan.
Di tengah riuh tepuk tangan dan doa yang mengalun, sebuah sentuhan lembut hinggap di bahuku. Aku menoleh, mendapati ibunya menatapku dengan mata berkaca-kaca, seakan mampu membaca perasaan yang tak pernah kuucapkan.
"Kamu hebat," bisiknya lirih, "tak semua orang bisa melepaskan dan merelakan sepertimu."
Aku hanya menunduk, tersenyum samar, membiarkan air mata jatuh dalam diam. Dan di sana, di tengah kebahagiaan yang bukan milikku, aku belajar: mencintai tak selalu harus menggenggam erat-kadang justru terwujud paling indah saat kita berani merelakan dengan tulus.