
⚠️ Trigger Warning: Cerita ini memuat tema dan adegan yang bisa memicu trauma bagi sebagian pembaca. Harap dibaca dengan kesadaran penuh. • Suicide-Related. - Mentions of Suicide. - Depictions of Suicide. - Death of a Parent by Suicide. - Suicidal Ideation. • Abuse & Neglect. - Parental Neglect and Abuse. - Verbal Abuse. - Implied Emotional Neglect. - Physical Neglect. • Trauma & Loss. - Childhood Trauma. - Generational Trauma. - Abandonment Issues. - Grief and Unprocessed Loss. - Heavy Emotional Themes. - Graphic Depictions of Grief. - Mentions of Death/Accidents. • Mental Health. - Mental Illness Themes. - Self-Blame, Guilt, and Worthlessness. - Emotional Breakdown. - Panic/Anxiety Attacks. - Intrusive Thoughts. - Hopelessness and Nihilism. - Loneliness and Isolation. • Other Sensitive Themes. - Financial Struggles. - Substance Use Mention. - Sudden Loud or Disturbing Events. - Graphic Emotional Dialogue. - Romantic Relationship with Heavy Trauma Themes. - Power Imbalance in Relationship. --- Ada luka-luka yang tak bisa dijahit oleh waktu. Ada kehilangan yang tak bisa dirangkul oleh logika. Dan ada manusia yang terus berjalan dengan langkah pincang, menyembunyikan segala nyeri dalam senyum yang terlihat utuh. Di dunia yang terlalu keras untuk hati yang rapuh, dua jiwa bertemu dalam keadaan yang sama. Sama-sama terluka, namun diam. Mereka tak saling bertanya. Tak memaksa untuk bicara. Hanya duduk berdampingan dalam keheningan yang panjang. Terkadang, kita tak memerlukan pelukan atau kata-kata penghibur. Yang dibutuhkan hanyalah seseorang yang mau tinggal. Yang tak pergi saat langit mendung dan dada sesak. Ini bukan tentang kisah cinta yang meledak-ledak. Bukan pula tentang penyelamatan dramatis. Ini hanyalah kisah dua orang yang sama-sama tenggelam. Lalu perlahan belajar berenang di laut luka yang tak pernah mereka pilih. Dan andai saja sebagian luka bisa terasa lebih ringan, mungkin itu sudah cukup tuk tetap bertahan. - 05/08/2025. ©XachykoAll Rights Reserved