Tuan Arsitek & Nyonya Kontrak(Hiatus)

Salma Ardani tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah karena kontrak. Bukan karena cinta, bukan juga karena dijodohkan keluarga-tapi karena kebutuhan.

Di usia 27 tahun, hidupnya biasa saja. Kerja kantoran sebagai staf admin finance, pulang sore, nonton drakor malam, dan sesekali nongkrong sama teman. Sampai suatu hari, kakaknya membawa tawaran yang terdengar konyol sekaligus menggiurkan: menikah kontrak selama setahun dengan seorang arsitek senior, Ares Nandaka, demi membantu proyek besar klien konservatif yang mensyaratkan "pria berkeluarga" untuk dipercaya.

Bayarannya? Cukup untuk melunasi utang keluarga dan hidup tenang setahun ke depan.

Ares Nandaka bukan tipe pria yang percaya pada cinta atau pernikahan romantis. Di usia 31 tahun, dia sudah cukup lelah dengan pertanyaan keluarga, bisikan tetangga, dan asumsi orang-orang yang menganggapnya "tidak normal" hanya karena belum menikah. Ketika klien terbesarnya menuntut profesionalitas yang mencakup image keluarga mapan, Ares tahu dia butuh solusi cepat-bukan drama panjang.

Maka dimulailah pernikahan tanpa perasaan ini.

Kontrak jelas: satu tahun, tidak ada ikatan emosional, dan masing-masing tetap menjalani hidupnya sendiri.

Tapi ternyata, tinggal serumah dengan orang asing yang jadi "suami" atau "istri" di atas kertas tidak semudah membuat kesepakatan hitam di atas putih.

Salma yang blak-blakan bentrok dengan Ares yang dingin dan terukur. Kebiasaan kecil yang mengganggu. Rutinitas yang berbenturan. Rasa canggung yang terus menempel meski sudah berbulan-bulan bersama.

Dan yang paling berbahaya-batas antara pura-pura dan nyata mulai kabur.

Ketika keluarga mulai percaya. Ketika teman-teman mulai iri. Ketika mereka berdua mulai terbiasa dengan kehadiran satu sama lain.

Apakah cukup satu tahun untuk sekadar berpura-pura?
Atau justru satu tahun terlalu singkat untuk sesuatu yang tanpa sadar sudah mulai nyata?