Di pesantren Darul Ma'arif, sebuah janji lama terungkap. Gus Faqih, putra Kiai Hasyim Ma'ruf, mendengar bahwa dirinya terikat pada perjodohan wasiat dengan Zahra, putri almarhum Kiai Abdul Karim-sahabat karib ayahnya. Wasiat itu dibuat jauh sebelum keduanya lahir, sebagai amanah yang harus dijaga.
Faqih adalah pemuda santun, patuh pada ayahnya, namun tidak pernah membayangkan pernikahan tanpa pilihan hati. Zahra, santriwati pesantren putri Al-Falah, hidup sederhana dan taat, tetapi hatinya gamang saat mengetahui dirinya dijodohkan dengan seseorang yang belum ia kenal.
Pertemuan pertama mereka terjadi di balik tirai adat pesantren-penuh sopan santun, namun juga sarat jarak dan rasa asing. Kata-kata yang terucap singkat, tapi menyisakan gema panjang di hati keduanya. Mereka sama-sama terjebak di antara hormat pada orang tua dan keinginan untuk mengenal cinta dengan cara mereka sendiri.
Kini, di antara lembaran kitab dan tembok pesantren, dua hati diuji oleh takdir, tradisi, dan waktu. Akankah wasiat itu menjadi jalan menuju cinta, atau justru awal dari pergulatan batin yang panjang?