
Menginjak usia dua puluh, Maura Irsya merasa dunia tak memberinya ruang untuk bernapas. Sebagai mahasiswi semester tiga seni lukis di Bandung, hidup yang dulu ia bayangkan penuh warna justru dipenuhi kebingungan, tekanan, dan luka-luka kecil yang datang dari arah tak terduga. Dulu, melukis adalah tempat pulang, penawar dari kegelisahan. Kini, kanvas justru membuatnya cemas. Warna-warna terasa asing. Kuas terasa berat. Dan dirinya sendiri tak lagi bisa dikenali dalam lukisan-lukisan yang ia buat. Ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan yang menghantui "Apakah aku cukup baik?" "Kenapa hidup terasa berat di usia yang seharusnya baru dimulai?" Maura ingin lari. Atau setidaknya lupa. Tapi bagaimana kalau yang ingin ia lupakan justru bagian dari dirinya yang dulu paling ia jaga?All Rights Reserved
1 part