Our story was never truly ours [END]
Kami bukan tipe cewek yang nunggu kepastian sambil nangis-nangis di pojokan kelas.
Kami bukan juga yang posting kata-kata bijak biar HTS sadar dan minta maaf.
Kami nggak sekuat itu. Tapi juga... nggak sebaper itu.
Kami cuma dua cewek SMK kelas 12 yang lagi PKL.
Kerjaan banyak, laporan belum kelar, tapi paling semangat buka chat dari orang yang bahkan gak pernah bilang kami ini siapa buat mereka.
Gue, Elara, punya HTS yang sibuk banget. Sekolahnya semi-militer, taruna, padat jadwal, tapi masih sempet cemburu kalau gue story bareng cowok. Katanya nggak suka ngatur, tapi suka ngintip. Katanya bukan pacar, tapi juga gak rela gue deket sama orang lain.
Dan sahabat gue, Naira, bar-bar kelas berat. HTS-nya anak kuliahan, kelihatannya alim dan dewasa, tapi suka nyelipin gombalan di tengah obrolan random. Suka nge-gym, suka bikin baper, suka tiba-tiba muncul terus hilang lagi. Tapi anehnya, Naira gak pernah bener-bener marah. Dia ketawa, terus bilang: "Yah, namanya juga bukan milik."
Kami saling ngerti, karena kami jalanin hal yang sama, meski bentuknya beda.
HTS ini bukan kisah cinta. Tapi juga bukan pertemanan biasa.
Dan kami sadar... satu-satunya yang bener-bener setia adalah: sahabat yang bisa ketawa bareng pas lagi disakitin bareng.
---
Ini bukan cerita soal cinta yang manis-manis.
Ini cerita soal dua cewek yang nggak malu bilang,
"Iya, gue HTS-an. Tapi jangan kira gue lemah."