Indonesia pernah lahir dari darah, air mata, dan doa yang bersatu di medan perang. Dari teriakan "Merdeka!" yang menggema di 17 Agustus 1945, dari lantang sumpah pemuda 1928 yang berjanji :
satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa. Para pejuang rela kehilangan nyawa demi satu kata: kebebasan. Mereka tidak meminta balas jasa, hanya ingin generasi setelahnya hidup dalam keadilan dan persaudaraan.
Namun kini tahun 2025, suara perjuangan itu terdengar seperti gema yang hilang arah. Indonesia yang dulu diperjuangkan, kini sering terasa dikhianati oleh isi di dalamnya sendiri. Pejabat berebut tahta, rakyat bertarung dengan kemiskinan, hukum seakan tumpul ke atas tajam ke bawah. Perbedaan dijadikan alasan untuk saling menghina, media dipenuhi caci maki, hingga darah rakyat kembali tumpah bukan di medan perang melawan penjajah, melainkan di jalanan negeri sendiri.
"Sumpah yang Dikhianati" adalah potret luka negeri ini. Sebuah pengingat bahwa kemerdekaan bukan sekadar tanggal merah di kalender, tapi janji yang pernah diikrarkan dengan nyawa. Pertanyaannya: apakah kita masih setia pada sumpah itu, atau diam-diam ikut mengkhianatinya?