Di kota yang tak pernah benar-benar tidur, di antara lampu-lampu jalan yang redup dan suara hujan yang jatuh pelan di jendela, Arka mencintai Karina dengan cara yang sunyi-seperti langit mencintai bintang-bintang yang tak pernah bisa digenggam.
Mereka telah bersama. Bukan sekadar dalam status, tapi dalam rutinitas yang akrab: pesan pagi, tawa di kedai kopi, dan pelukan yang terasa seperti rumah. Namun, cinta yang ia beri tak lagi menemukan tempat yang utuh di hati Karina.
Karina, dengan matanya yang selalu mencari sesuatu yang lebih, mulai menoleh pada Chandra-seseorang yang hadir seperti bayangan sore: hangat, misterius, dan tak terdefinisi. Ia mengaguminya, bukan karena cinta, tapi karena rasa yang belum ia kenali. Dan Arka tahu. Ia merasakannya dalam jeda percakapan, dalam senyum yang tak lagi penuh, dalam pelukan yang terasa seperti perpisahan yang tertunda.
Ini bukan kisah tentang siapa yang salah. Ini adalah kisah tentang cinta yang bertahan, dan kekaguman yang datang terlalu cepat. Tentang seseorang yang mencintai sepenuhnya, dan seseorang yang belum tahu apa yang ia cari.
Dan di antara mereka, waktu berjalan pelan-menunggu siapa yang akan jujur lebih dulu: hati, atau kata-kata.