Setelah kehilangan kedua orang tuanya, Souta tinggal bersama ketiga kakak laki-lakinya, Arion, Harris, dan Gin.
Bagi sebagian orang, mungkin ia sudah dianggap kalah oleh waktu-kalah karena usia kedua orang tuanya tak bisa lagi menemaninya. Namun, Souta tak pernah benar-benar merasakan kekalahan itu. Ia memiliki tiga abang yang hebat, yang selalu ada untuknya.
Setiap hari, ia tumbuh dalam perhatian dan kasih sayang tanpa pernah dibiarkan merasa sendiri. Segala hal tentang dirinya selalu diusahakan, dirayakan, bahkan diperjuangkan. Selama ketiga abangnya masih ada, kata kalah tak pernah menjadi bagian dari hidupnya.
Justru Souta-lah alasan ketiganya terus bangkit dan melangkah. Segala hal mereka relakan, hanya demi melihat si bungsu tetap tersenyum. Dengan caranya masing-masing, mereka membayar kasih sayang yang dahulu dicurahkan orang tua mereka, dengan membahagiakan Souta sepenuh hati.
"Empat jiwa yang melangkah tanpa ijin, roh angin tak bertuan, kini menyatu dalam tubuh dan bayang, dalam ekor dan telinga dalam mimpi, mata, dan rasa, kami kembalikan angin ke ruang tanpa waktu.
Segel ini mengikat bukan karna benci, tapi karna dunia belum siap menerima wujudmu.
Kami segel kutukan ini - bukan untuk tidur tapi untuk hidup di balik jiwa yang rapuh
Terikatlah ... Terikatlah ... Hingga dunia menyatu.
Tenanglah roh yang bebas-kami tutup pintu ini."