Bisu bukan berarti benar benar tidak bisa bicara... contohnya gadis bernama Asha Nashelia. Orang-orang di sekitarnya lebih sering memanggilnya Ashel, ia terlalu Diam bahkan ketika orang orang mengejeknya. Ia hanya Diam, membisu, membiarkan dan menerima walau hatinya hancur lebur.
Sejak kecil, ia tahu dirinya berbeda. Bukan karena istimewa, melainkan karena terlalu biasa. Wajahnya pas-pasan, tubuhnya berisi, dan nilainya di sekolah tidak pernah menonjol. Ia bukan yang terpintar, bukan pula yang terbodoh. Ia hanya ada di tengah-tengah, seperti warna abu-abu yang nyaris tak pernah diperhatikan.
Namun, bagi anak-anak di sekolah, Ashel menjadi sasaran empuk. Setiap hari ia mendengar bisikan dan tawa yang bukan ditujukan untuknya, tetapi tentang dirinya. Ucapan-ucapan yang menusuk, tatapan yang merendahkan, dan candaan yang berulang kali menyudutkan. Dari bangku SD sampai seterusnya, hidupnya seakan selalu dihiasi bayangan orang-orang yang menertawakan keberadaannya.
Yang paling menyakitkan bukanlah ejekan itu, melainkan ketika ia mencoba bersuara di rumah. Saat dengan berani ia mengatakan bahwa ia disakiti, dikucilkan, dan tak punya teman. Tetapi keluarganya tidak percaya. Mereka menganggap itu hanya alasan seorang anak yang malas bersosialisasi. "Ashel terlalu sensitif," kata mereka. "Kamu harusnya lebih kuat," sambung yang lain. Tak ada pelukan, tak ada pengertian. Hanya anggapan bahwa semua itu ada dalam pikirannya.
Dan ketika ia mulai bersuara, ia memilih jalan nya sendiri dan memilih untuk Sembuh sendirian, memilih untuk memeluk lukanya sendirian, biarlah waktu yang menemaninya.