
Di ujung senja, di jalan yang sepi dan tak berulang, berdirilah sebuah perpustakaan tua yang hanya bisa ditemui oleh jiwa yang membawa luka. Adyasa, pemuda dengan hati rapuh namun penuh rasa ingin tahu, tersesat di lorong waktu yang hening dan menemukan pintu kayu itu. Di balik jendelanya yang berdebu, aroma kopi dan kayu tua menyambutnya, hangat dan aneh di tengah kerinduan yang menyesakkan. Setiap buku di perpustakaan itu adalah cermin: memantulkan masa lalu yang hilang, masa kini yang membingungkan, dan masa depan yang belum ditentukan. Adyasa perlahan menyadari bahwa setiap rahasia yang terbuka membawa harga yang tak kasat mata ingatan yang perlahan memudar, kenangan yang hilang, dan luka yang tak pernah benar-benar sembuh. Di antara rak-rak yang sunyi dan cahaya senja yang keemasan “Perpustakaan di Ujung Senja” adalah kisah tentang bagaimana kehilangan bisa menjadi jalan menemukan diri sendiri, bagaimana kesedihan bisa berubah menjadi kehangatan, dan bagaimana senja selalu memberi janji bahwa setiap akhir adalah awal dari sesuatu yang baru. Sebuah novel yang memeluk luka dengan lembut, menenangkan jiwa, dan meninggalkan rasa hangat meski di tengah misteri yang tak terpecahkan.All Rights Reserved
1 part