Dalam gang sempit yang pengap dan gelap, seorang laki-laki berlari sekuat tenaga. Napasnya terputus-putus, dada seperti terbakar, sementara di belakangnya ratusan mayat hidup meraung dan menggeram, menghantam dinding dengan tubuh busuk mereka yang membusung. Suara kaki yang menyeret aspal dan raungan lapar itu mengejarnya, menelan segala harapan.
"Tuhan... tolong aku... TUHAN!" suaranya pecah, lebih mirip rintihan ketakutan ketimbang doa. Ia tidak sadar langkahnya berakhir di sebuah gang buntu. Dinding tinggi menjulang di depannya, hitam dan dingin, menutup jalan kabur.
Air mata bercampur darah menetes di wajahnya yang penuh luka. "Tidak... tidak! Aku tidak mau mati!" jeritnya, histeris. Ia mencakar-cakar dinding dengan putus asa, memanjat sekuat tenaga hingga kuku-kukunya terkelupas habis, meninggalkan bercak darah segar yang menetes deras di dinding batu.
Ratusan zombie akhirnya membanjiri gang itu. Tubuh-tubuh membusuk itu berdesakan masuk, terjepit oleh ruang sempit, namun tetap memaksa maju. Bau busuk menusuk hidung, suara tulang yang beradu, dan raungan serak memenuhi kegelapan.
Dalam hitungan detik, makhluk pertama berhasil menerjangnya. Gigi-gigi busuk merobek bahunya, daging tercabik keluar bersama semburan darah panas. Teriakannya menggema panjang, menembus malam. Tubuhnya ditarik, diseret ke tanah, lalu dicabik-cabik tanpa ampun.
Jari-jemari mayat hidup itu merogoh paksa ke dalam perutnya, mengeluarkan isi organ yang masih hangat. Darah mengalir seperti sungai hitam, menodai jalanan. Dalam kegelapan gang itu, hanya ada suara tulang yang patah, daging yang disobek, dan teriakan terakhir manusia yang ditelan kengerian.
Young adult - angst
Dicap buruk oleh teman-teman karena tragedi yang tak diduga, membuat Pitaloka menjalani masa sekolahnya dengan beban dan luka. Sampai-ia bertemu dengan seorang pria bernama Arya, yang mampu merubah segala hal dalam hidupnya ... Arya satu-satunya orang yang mampu membantu Pitaloka mendalami makna cinta yang ia harapkan.
Namun, kedekatan Pitaloka dan Arya justru membawa keduanya ke dalam masalah. Tak hanya itu, masa lalu Pitaloka yang belum tuntas membuat hubungan mereka semakin rumit.
Pantaskah Pitaloka menanggung beban yang tak seharusnya ia pikul? Apakah Pitaloka akan menemukan makna cinta yang sesungguhnya?