Empat kakak laki-laki.
Satu adik perempuan.
Satu rumah yang gak pernah tenang bahkan lima menit pun.
Selamat datang di kehidupan Keluarga Suryanatha - tempat cinta dan keributan berjalan beriringan.
Ketika Panca, si bungsu dan satu-satunya gadis di keluarga itu, resmi masuk kuliah, dia cuma punya satu harapan sederhana:
"Tolong, jangan panggil aku adik Dedek. Aku cuma Panca. Aku ingin hidup perkuliahanku damai sejahtera Titik."
Tapi sayangnya, "virus" bernama Brother Complex udah menular di seluruh rumah itu.
Empat kakaknya - Rayendra, Noava, Havesha, dan Nashvarya - seolah punya satu misi:
menjaga Panca dari semua hal di dunia... termasuk dari dirinya sendiri.
"Rayen, tolong jangan pasang GPS di tas kuliahku."
"Itu bukan GPS, itu cuma... sensor keamanan tingkat keluarga."
"NOAVA! Kenapa kamu kirim email ke dosenku?!"
"Karena kamu gak balas chat-ku. Aku kira kamu diculik."
"Havesha, aku cuma ngobrol sama temen cowok, bukan mau kawin!"
"...aku cuma mau pastiin dia gak punya niat aneh."
"Nash! Jangan masuk kamarku!"
"Tapi aku kangen, Ca... aku boleh cuma dua menit aja kan?"
Keributan setiap hari, tapi juga kehangatan setiap malam.
Mereka saling teriak, saling ngadu, tapi juga saling melindungi - karena di ujung semua kekacauan itu, mereka cuma punya satu sama lain.
Januka Arshad tumbuh dalam diam.
Anak yang terlalu sering ditinggal, terlalu lama menunggu pelukan yang tak pernah datang.
Dibesarkan di antara suara pertengkaran, janji palsu, dan dinginnya kasur kosong... ia jadi ahli menyembunyikan luka di balik senyum kecil yang dipaksakan.
Sampai suatu sore yang muram, di bawah hujan dan di halte yang sepi, ia bertemu Serena-gadis bermata helang yang sinis, tajam, dan seolah paham rasa sakit tanpa harus dijelaskan.
Serena tidak menunggu siapa-siapa. Ia berhenti berharap sejak lama. Bedanya dengan Januka hanya satu, Serena sudah mati rasa, sementara Januka masih menggenggam sisa-sisa harapan.
Mereka tertawa bersama. Saling menyembuhkan.
Hingga pada akhirnya, kebenaran datang seperti petir yang menyambar.