"Jadi selama ini semua cuma taruhan?" suara Lysera pecah, tapi matanya tetap tajam menatap Verren.
Verren diam. Tak ada satu pun kata keluar, hanya sorot mata yang sulit diartikan.
Lysera tertawa getir. "Semua udah cukup jelas sekarang, Tuan Muda keluarga Roxen. Papa benar-darah kotor keluarga kalian akan selalu mengalir di tubuhmu."
Napasnya tersendat. "Selamat, kau memenangkan taruhan. Dan seperti biasa, kubu keluarga kalian yang menang."
Ia menepuk tangannya perlahan-nyaring, sarkastik, dan menyakitkan.
Saat Lysera berbalik, Verren menahan tangannya.
"Sera, denger aku... semua ini salah paham."
"Salah paham?" Lysera menatapnya, mata berair tapi senyum sinis terukir di bibirnya.
"Maka biarkan aku melihatnya sebagai kebenaran."
Ia menghempaskan genggaman Verren, lalu pergi tanpa menoleh lagi.
Musik di mobil menggelegar, tapi bising itu tak mampu mengalahkan keributan di kepalanya.
"Harusnya aku nggak pernah jatuh cinta sama cowok itu... Aku bodoh. Papa benar, nggak ada yang bisa dipercaya dari keluarga itu. Selamat, Verren Roxen-permainanmu benar-benar memukau."
Brrukk.