Indah, Katanya.

Di tengah aroma tanah basah Yogyakarta, Nebula Anasera tumbuh sebagai gadis sederhana yang mencintai sastra dan sejarah.
Namun hidup tak selalu seindah halaman buku yang ia baca ada luka, kehilangan, dan suara yang perlahan hilang dari dirinya.

Kini, di masa putih abu-abu yang katanya penuh tawa dan cinta, Nebula justru menemukan sunyi paling panjang dalam hidupnya.
Senyum di sekolahnya tak selalu tulus, dan persahabatan pun kadang hanya sebatas foto di layar ponsel.
Beruntung, ada Jihan, satu-satunya yang tetap menggenggam tangannya ketika dunia menjauh. Dan dari sana, Nebula belajar menulis bukan untuk terkenal, melainkan untuk sembuh.

Karena kadang, kisah paling indah justru lahir dari mereka yang sempat patah.