Di lereng Gunung Lingsir, tersembunyi sebuah desa bernama Giri Awu, tempat matahari enggan bersinar terlalu lama dan kabut seolah punya nyawa sendiri.
Di sanalah berdiri Telaga Sukma Tirta, airnya jernih, tenang, dan berbisik dengan suara yang hanya bisa didengar oleh mereka yang ditakdirkan.
Risya, seorang mahasiswi peneliti budaya, datang ke desa itu untuk meneliti sisa candi peninggalan kerajaan kuno. Tapi sejak ia tiba, mimpi-mimpinya dipenuhi nyanyian perempuan yang memanggil namanya.
Setiap purnama, satu perjaka akan menghilang.
Tubuhnya ditemukan mengapung di telaga, tersenyum seolah sedang jatuh cinta.
Di tengah keheningan air yang terlalu tenang, Risya mulai sadar...
yang dipanggil oleh suara itu bukan hanya tumbal berikutnya, tapi dirinya sendiri.
Dan saat kabut mulai turun dari Gunung Lingsir,
telaga kembali berdenyut...
menagih janji lama yang belum ditebus.
"Air itu tenang... tapi tenang bukan berarti tak hidup."
Sebagai anak magang di laboratorium penelitian mutakhir, Selene tahu pekerjaannya tidak akan mudah. Tapi dia tidak pernah menyangka harus berhadapan dengan Axel-vampir berbahaya yang dikurung dengan rantai berat, tatapannya tajam dan penuh kejengkelan.
"Nah, manusia lain." Suaranya datar sebelum dia memutar mata, seolah keberadaan Selene hanyalah gangguan kecil dalam hari-harinya yang panjang.
Ilmuwan disini ingin memahami kekuatannya, mengungkap misteri yang membuatnya berbeda. Tapi Selene? Dia hanya ingin menemukan cara agar bisa bertahan... dan mungkin, mendekatinya tanpa menjadi target berikutnya.