Ana tumbuh di bawah bayang-bayang Aghla-seorang pria berwibawa, dihormati banyak orang, dan ditakuti siapa pun yang mengenalnya lebih dekat. Bagi dunia luar, Aghla adalah ayah teladan: tenang, logis, bijaksana. Namun di balik pintu tertutup, ia adalah badai yang bisa menghancurkan siapa saja dengan satu kalimat, tanpa perlu mengangkat tangan.
Ketika Ana mulai berani mempertanyakan keputusannya sendiri dan menuntut hak untuk menentukan hidupnya, Aghla melihatnya sebagai pengkhianatan. Pertarungan antara kendali dan kebebasan pun dimulai-tanpa teriakan, tanpa kekerasan, tetapi dengan perang psikologis yang sangat sunyi dan mematikan.