Bab 3: Pertempuran Besar di Tihverse
Setelah serangan mendadak dari Kerajaan Noctyra, seluruh pasukan Tihverse berkumpul di medan tempur. Natoroda memimpin barisan depan bersama Nevra dan Pyrix, sementara Galmur menjaga sisi pertahanan dengan sigap. Krazok dan Zataro menyiapkan mantra pertahanan yang kuat, melindungi seluruh pasukan dari serangan sihir musuh.
Musuh menyerang dengan kekuatan penuh, bayangan dan abyss mereka menutupi langit Tihverse. Tetapi semangat pasukan Tihverse tidak tergoyahkan. Lunaria dengan kecepatan dan ketelitian menyembuhkan luka teman-temannya di tengah pertempuran, memastikan mereka tetap bisa bertarung.
Natoroda melancarkan serangan ke sisi kanan, memecah formasi musuh. Nevra dan Pyrix segera mengikat musuh dengan rantai energi, memberi celah bagi serangan gabungan para pasukan. Krazok mengeluarkan tongkat sihirnya, mengubah tanah menjadi medan penghalang, menahan gelombang serangan bayangan.
Di tengah kekacauan, Zenyra bergerak cepat, memanfaatkan setiap celah untuk menambah tekanan ke arah musuh. Pasukan Tihverse mulai membalikkan keadaan. Bunshin dari Natoroda, Nevra, Pyrix, dan Galmur muncul, menggandakan kekuatan serangan mereka, menciptakan gelombang energi yang membuat musuh mundur.
Sementara itu, Raja Tih yang menyaksikan dari atas singgasana, tersenyum. Dia tahu pasukannya kini telah belajar bekerja sama lebih baik, menggabungkan kekuatan, strategi, dan keberanian. Pertempuran belum selesai, tetapi harapan Tihverse tetap menyala.
Nana tidak pernah tahu siapa nama aslinya. Sejak bayi, ia dijual oleh orang tuanya kepada mafia. Ia tumbuh besar di dunia senjata, darah, dan kejahatan, namun anehnya, hatinya tidak pernah kering dari kasih sayang. Bagi dunia luar, orang-orang yang membesarkannya hanyalah penjahat kelas kakap. Tapi bagi dirinya, mereka adalah keluarga yang mengisi tangki cintanya.
Ekstrovert, cerewet, dan penuh canda, Nana selalu mampu membuat rekan-rekannya tertawa, bahkan di tengah hujan peluru. Hobinya sederhana: membaca novel romansa. Ironisnya, ia selalu kesal setiap kali protagonis diberi akhir bahagia, sementara antagonis hanya ditulis sebagai pecundang yang layak menderita.
Hingga di malam kematiannya, Nana terbangun... di dalam novel My Possessive Brother. Lebih tragis lagi, ia bukan tokoh utama, melainkan salah satu antagonis yang sudah pasti mati menyedihkan.
Tapi kali ini Nana tidak akan patuh pada naskah yang ditulis penulis.
Ia akan membuat jalannya sendiri.
Dan jika dunia menolak? Biarlah ia hancurkan dunia itu.
Karena antagonis pun berhak bahagia.