4 parts Ongoing Di dunia yang pernah disebut Ardhalein-tempat sihir dan teknologi pernah bersalaman-kini hanya tersisa serpihan mimpi dan bayang-bayang pengkhianatan. Langit Zayrah retak, bukan karena badai, tapi oleh raungan senjata Eldoria dan kesunyian dunia yang menutup mata.
Dari tanah ini, lahirlah seorang anak laki-laki bernama Umar, empat belas tahun, dengan mata yang terlalu tua untuk usianya. Ia tidak tahu seperti apa dunia sebelum api menghanguskan nama-nama keluarga, sebelum suara azan digantikan deru drone, sebelum dongeng tentang sihir alami hanya bisa dibisikkan di balik puing sekolah yang dibakar.
Umar tak lagi punya siapa-siapa-kecuali satu hal yang masih bernapas di pelukannya: Aish, adik perempuannya, enam tahun, kecil dan rapuh seperti kelopak yang jatuh di tengah badai. Di balik wajah mungilnya yang belum mengerti arti genosida, tersembunyi seluruh alasan Umar tetap menggenggam hidup.
Ia tak ingin menjadi pahlawan.
Ia hanya ingin kakaknya kembali.
Ia hanya ingin Aish bisa tertawa.
Ia hanya ingin satu hari di mana mereka tak perlu berlari.
Di reruntuhan kota tua yang telah melupakan namanya sendiri, Umar berjalan. Terkadang berlari. Terkadang merangkak. Tapi tak pernah berhenti. Ia tak membawa peta, tak tahu siapa musuh sebenarnya-karena dunia telah memutar balik makna benar dan salah. Ia hanya tahu satu hal: ia harus bertahan, sebab menyerah adalah kematian dalam bentuk lain.
Ini bukan kisah kepahlawanan agung.
Ini kisah tentang dua anak-yang terlalu muda untuk menyebut kata "perjuangan",
tapi terlalu kuat untuk dibunuh oleh takdir.
Tentang cinta yang mengeras jadi keberanian.
Tentang kehilangan yang menjelma kompas.
Dan tentang tanah bernama Zayrah,
yang masih bernafas lewat langkah anak-anak yang ditinggalkan dunia.
📕Cerita dibuat oleh🔖
🕯️(akun ini)
🕯️@Earllene_Matache
📌 Update se mood nya kita🔜