When The Light Fades

Sinopsis:

Setiap pagi,
sebelum cahaya sempat menyentuh jendela, Nunew sudah di sana,
menyalakan lampu studio, menyapu debu di meja,
mengisi teko kecil dengan air, dan menyiapkan kuas di sisi kiri palet,
seperti yg selalu Zee inginkan.
Tak ada yg memintanya melakukan itu.
Tapi beberapa hal memang tidak butuh alasan, seperti menunggu seseorang yg tak pernah menjanjikan untuk kembali.

Zee datang sedikit lebih siang.
Dengan langkah yang tenang, tatapan kosong, dan suara yg lebih pelan dari detik jam.
Ia melukis tanpa berbicara.
Dan Nunew duduk di pojok, memperhatikan punggungnya yg tak pernah menoleh.

Cintanya tidak tumbuh dari tatapan pertama,
tapi dari hari-hari panjang yg hening.
Dari kebiasaan kecil yg tidak berarti apa-apa bagi Zee,
tapi berarti segalanya bagi dirinya.

"aku mencintaimu di antara hal-hal yg tak perlu disebut, di antara kuas yg mengering, di antara warna yg tak jadi, di antara waktu yg kau buang tanpa sadar telah kugunakan untuk mengingatmu."tulis Nunew dlm catatan yg tak akan pernah dibaca siapa pun

Zee tidak tahu.
Atau mungkin tahu, tapi memilih untuk tidak mengakui apa-apa,
Beberapa orang, jika menyadari bahwa mereka sedang dicintai,
akan berpura-pura tidak mengerti,
karena rasa bersalah jauh lebih menakutkan daripada kesepian.

Hari berganti, warna-warna bergeser.
Zee mulai bicara tentang hal-hal lain,
tentang orang lain.
Dan Nunew tetap tersenyum,
senyum yg tahu bahwa dirinya sudah tidak ada dalam cerita,
tapi masih memilih untuk bertahan di pinggir halaman.

Kadang cinta tidak hilang,
ia hanya perlahan berhenti menjadi penting.

Pada sore terakhir, ketika matahari jatuh perlahan di balik kaca,
Zee berkata tanpa menatap:

"Kau selalu datang lebih awal."

Nunew hanya menjawab,

"Agar aku bisa melihat cahaya sebelum semuanya berubah jadi bayangan."

Setelah itu, tak ada yg tahu.
Hanya kursi kosong di pojok ruangan,
secangkir kopi yg dingin di meja,
dan cat jingga yg menetes di lantai,
warna terakhir sebelum senja benar-benar padam.