
Pindah dari kota ke kampung demi menuntut ilmu terasa seperti loncatan besar yang menakutkan. Semua ini kulakukan demi gelar sarjana yang diinginkan orang tuaku, tapi rasanya hatiku harus menanggung harga yang tak pernah mereka bayangkan. Asrama di kampung ini jauh dari keramaian kota sunyi, sepi, dan terasa dingin di awal. Hidup sendiri tanpa teman yang benar-benar mengerti mengerti membuat hari-hariku berat. Suara tawa dan obrolan teman-teman lain terdengar begitu dekat, namun bagiku terasa jauh. Setiap aturan asarama seperti tantangan yang tak ada habis-habisnya: bangun pagi sebelum fajar, menjaga kamar tetap rapi, mengikuti jadwal ketat belajar dan kegiatan laninnya. Kadang aturan itu terasa ingin membuatku menyerah, menekan semua semangat yang tersisa. Namun, meski sakitnya terasa menyesakkan rindu kota, rindu kebebasan, rindu teman lama aku tahu aku tak bisa mundur. Gelar itu bukan hanya harapan orang tua, tapi juga ujian kesabaran dan keteguhanku. Setiap pagi aku bangun dengan tekat kecil: bukan sekedar mencapai gelar, tapi tetap berdiri meski dunia disekitarku terasa menentang. Ditengah sepinya kampung, suara angin, pepohonan, dan langit luas menjadi teman. Meski perjalananku berat, aku percaya, suatu hari nanti semua sakit dan perjuangan ini akan menjadi cerita yang membuatku bangga pada diriku sendiri.All Rights Reserved
1 part