GANDHARANI LELANA KALA (Jayanegara)

Gendhis Ayu Nirmala tidak pernah menduga bahwa sebuah buku tua-warisan kegemaran ibunya pada sejarah Majapahit-akan menyeretnya keluar dari abad dua puluh satu.
Hanya dalam sekejap cahaya, ia terlempar ke tengah hutan Wilwatikta, ketika kerajaan itu masih diperintah oleh Jayanegara: raja muda yang tampan, berhati sedingin batu, dan tercatat dalam sejarah sebagai penguasa yang penuh prasangka.

Anehnya, begitu kakinya menyentuh tanah Majapahit, lidah Gendhis berubah.
Ia mampu berbicara seperti mereka, seolah tanah itu sendiri menyesuaikan nadanya.
Namun pikirannya tetap modern-campuran panik, humor, dan akal sehat yang terus dipaksa berlari mengikuti adat kuno istana.

Jayanegara melihatnya hanya sebagai teka-teki.
Nama asing.
Logat ganjil.
Dan kehadiran yang terlalu tiba-tiba untuk dipercaya.

"Kesasar?" katanya dingin.
"Wong kesasar ora bakal mlebu keratonku kanthi tenang kaya kowe."

Di antara tembok keraton yang penuh intrik dan mata yang selalu mengawasi,
Gendhis harus berpura-pura sebagai perempuan dari negeri jauh-sekaligus mencari celah untuk kembali pulang.

Namun semakin lama ia tinggal, semakin jelas bahwa waktu bukan sekadar garis lurus.
Ada alasan ia dipanggil.
Ada masa lalu yang menuntut jawab.
Dan ada seorang raja yang dinginnya perlahan meretakkan hatinya sendiri.

Ketika nalar modern bentrok dengan dunia kuno,
ketika rahasia sejarah terbuka lapis demi lapis,
Gendhis harus memilih:

Pulang dan kembali pada hidupnya-
atau tetap tinggal dalam takdir yang memanggilnya sejak mimpi perta