Di kota yang selalu dinaungi hujan lembut, ada empat pemuda yang hidup di dalam rumah-rumah megah namun tak pernah benar-benar merasa pulang. Asahi, Haikal, Jevano, dan Jaden-empat jiwa yang tampak berbeda, namun disatukan oleh rasa sepi yang sama dalamnya. Mereka bertemu tanpa rencana di sebuah kafe kecil bernama Edelweiss Corner, tempat hangat yang terasa seperti bisikan semesta.
Pertemuan yang terjadi begitu sederhana itu perlahan membuka pintu rahasia dalam diri masing-masing: beban yang tak pernah diucap, tuntutan yang menyesakkan, dan rumah yang seharusnya menjadi tempat istirahat justru menjadi sumber luka paling hebat. Dari obrolan ringan yang berubah menjadi kejujuran, lahir sebuah keinginan yang tidak terduga-mencari rumah baru, bukan dari bangunan atau kemewahan, tapi dari kebersamaan yang tulus.
Keputusan untuk meninggalkan rumah mereka masing-masing terjadi pada malam yang sama. Malam yang sunyi, penuh keberanian, penuh kehilangan, namun juga penuh harapan. Mereka berjalan ke arah yang sama, menuju sesuatu yang belum pasti: sebuah tempat kecil di ujung perjalanan mereka, tempat yang kelak akan menjadi "rumah" bukan karena dindingnya, tetapi karena siapa yang ada di dalamnya.
"Rumah di Ujung Senja" adalah kisah tentang empat pemuda yang mencari arti pulang ketika rumah tidak lagi terasa sebagai rumah. Tentang perjalanan meninggalkan bayang-bayang masa lalu dan menemukan cahaya baru di ujung senja-cahaya yang hadir bukan dari matahari, tapi dari orang-orang yang mengerti luka yang tak terlihat.
Di ujung senja itu, mereka akhirnya belajar bahwa rumah bukanlah tempat...
Rumah adalah orang-orang yang membuat dunia terasa tidak lagi sunyi.
FOLLOW DULU CINTAH
Bagaimana jika seorang remaja transmigrasi ke tubuh seorang duda anak satu?
Yang mana anaknya seumuran dengannya.
Erlan ketua geng yang hobby tauran, suka membully, hingga ia dibunuh oleh salah satu korban bully nya, bukannya ke alam baka, ia malah transmigrasi ke seorang duda anak satu.
Gerlan, duda yang berusia 37 tahun, ia membenci anaknya, hingga anaknya juga
membenci dirinya.
Abian, bocah bebal keras kepala, seperti cerminan jiwa Erlan.
Gerlan waktu seumuran Abian sungguh nakal, hingga karna kenakalannya hadirlah Abian.
Sekarang, Gerlan harus menghadapi anaknya yang lebih parah dari dirinya waktu muda.
Tapi ini Erlan bukan Gerlan. Bocah nakal yang harus merawat bocah bebal.
"Gue... Benaran punya... Anak?"
.
.