Ravendra - food vlogger kaya raya tapi gampang capek - cuma mau istirahat setelah staycation tiga hari di Bali. Tapi baru juga rebahan, kamar sebelah berisiknya amit-amit. Teriak-teriak, banting meja, emosian kayak orang abis kalah perang dunia.
Dan benar saja.
Itu memang suara perang dunia kecil, tapi di dalam game.
Pelakunya: Zayendra, atau Zayyen, mahasiswa beasiswa dengan bakat desain, kecerdasan visual absurd... dan temperamen sekelas bos mafia tiap sedang live streaming.
Raven mengetuk pintu dengan sopan.
Lalu kesal.
Lalu gedor.
Dan begitu pintu terbuka-
dia langsung disambit makian tiga paragraf non-stop, disemprot muka, dan dicium mendadak. Tanpa aba-aba. Tanpa izin. Tanpa konteks.
"Buat ganti rugi, karena lu bikin gue kalah challenge!"
Masalahnya?
Itu ciuman pertama Raven.
Dan menurut sumpah masa kecilnya, orang yang mengambil ciuman pertamanya... harus jadi pasangannya.
Penghuni kos yang lain cuma tepuk bahu dengan penuh belas kasihan, "Selamat datang di neraka bernama Zayyen."
Sejak hari itu, hidup Raven berubah menjadi sitcom absurd di mana:
• tetangga sebelahnya adalah gamer barbar tapi cakepnya nggak ngotak,
• semua penghuni kos sudah pernah dicium "buat ganti rugi",
• dan Raven tidak tahu apakah dia ingin balas dendam... atau balas ciuman.
Di antara ribut-ribut pintu, pesenan makanan malam hari, live streaming penuh drama, dan rahasia keluarga Zayyen yang makin jelas tidak biasa-perasaan Raven pun ikut berisik.
Karena satu hal:
ternyata sulit banget benci orang yang selalu nyebelin, tapi bikin jantung deg-deg-an tiap lewat.
Dari semua hal yang pernah Riki bayangkan tentang masa depan, menikahi seorang pria jelas bukan salah satunya.
Namun pagi ini, ia berdiri di depan cermin, mengenakan jas pengantin, dengan tangan yang dingin dan detak jantung yang tak karuan.
Di luar sana, bunga-bunga telah disusun, musik pernikahan siap diputar, dan semua orang menunggu ia mengucapkan janji.
Riki tertawa pahit.
Bukan karena hari ini lucu, tapi karena kenyataan ini terlalu aneh untuk bisa ia tangisi.
Ia tidak gay. Tidak pernah. Dan tidak akan. Tapi di sinilah ia, dalam pilihan yang tak pernah ia minta, hanya karena satu nama: Bella.
Ia mencintainya. Dengan tolol. Dengan tulus.
Dan perempuan itu... dengan mata bening dan suara lirih, menyodorkan keputusan paling gila dalam hidupnya.
"Bantu aku... Nikahi dia. Gantikan aku, Riki."
Begitu katanya. Sesederhana itu. Seolah menikah bukan perkara hidup-mati. Seolah hati Riki bukan sesuatu yang bisa pecah.
Dan lebih gilanya lagi, Riki mengangguk.
Kini, Riki mulai bertanya-tanya...
Bagaimana jika kebahagiaannya memang tidak ada dalam rencana yang ia buat sendiri?