Tentang Nesya, seorang perempuan yang harus kehilangan banyak hal dalam hidupnya. Kehilangan yang datang bersamaan, tanpa jeda. Orang-orang yang paling berarti pergi satu per satu, termasuk ayahnya-sosok yang hubungannya belum sempat ia perbaiki. Ada banyak hal yang tak pernah terucap. Banyak maaf yang tertahan. Dan dari situlah luka itu tumbuh, bukan hanya karena perpisahan, tapi karena kecewa yang bercampur dengan cinta.
Ia pernah mengalami kegagalan yang hampir menghancurkan hidupnya. Hampir.
Lalu ia bangkit. Seolah dirinya baik-baik saja, seolah tak pernah hancur. Padahal ada luka yang tak pernah benar-benar sembuh, luka yang tak terlihat oleh siapa pun.
Hubungan kakak-adik terlihat normal. Baik-baik saja, kata orang. Tapi di dalamnya tersimpan banyak hal-luka, kemarahan, kata-kata kasar yang dipendam terlalu lama. Tentang ikhlas yang dipaksa ada, tentang benci yang tidak pernah diberi ruang untuk keluar.
Cerita ini tidak menawarkan kesembuhan yang indah. Tidak ada akhir yang benar-benar rapi. Nesya tidak tiba-tiba menjadi "kuat". Ia tetap tidak baik-baik saja. Ia hanya belajar bertahan. Karena ternyata sembuh bukan soal lupa, melainkan hidup sambil membawa hati yang retak.
Ia berjalan dengan bekas pecahan yang masih menempel: kenangan, penyesalan, rindu. Semua itu tidak hilang. Hanya menjadi bagian dari dirinya.
Melalui perjalanan batin yang sunyi dan melelahkan, Sembuh dengan Bekas Pecahannya bercerita tentang manusia yang tetap melangkah meski belum pulih sepenuhnya. Tentang luka yang boleh tinggal, asal tidak lagi menguasai hidup. Dan tentang keberanian paling sederhana-memilih tetap hidup, meski hatinya pernah hancur.